PENDIDIKAN POLITIK, APAKAH PENTING? - GEMERCIK MEDIA

Breaking

Sunday, 24 December 2017

PENDIDIKAN POLITIK, APAKAH PENTING?


Sekarang ini politik di Indonesia sedang dalam kondisi yang tidak diinginkan. Banyak rakyat beranggapan bahwa politik di Indonesia adalah sesuatu yang hanya mementingkan dan merebut kekuasaan dengan segala cara. Pemerintah Indonesia pun tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh sebagian rakyat yang mengeluh, karena hidup mereka belum dapat disejahterakan oleh negara. Pandangan masyarakat terhadap politik itu sendiri menjadi lebih buruk, disebabkan pemerintah Indonesia tidak menjalankan kewajibannya sebagai wakil rakyat dengan baik. Bagi mereka politik hanyalah sesuatu yang buruk dalam mencapai kekuasaan.

Lantas, salahkah anggapan masyarakat bahwa politik di Indonesia sebenarnya hanya mementingkan kekuasaan tanpa ada sedikit mementingkan kepentingan rakyat? Bagaimanakah jika pertanyaan ini dibalik menjadi rakyat hanya mementingkan kepentingannya tanpa mementingkan kepentingan politik? Menjadi suatu tanda tanya besar bagi bangsa ini bahwa dengan adanya demokrasi, rakyat menjadi pengontrol perpolitikan di Indonesia sebagaimana mestinya demokrasi adalah kekuasaan rakyat, dan itu berarti rakyat mempunyai kepentingan politik. Bagaimanakah kepentingan politik rakyat? Kepentingan politik rakyat adalah rakyat harus mengerti apa itu politik dan seperti apa politik bermekanisme.

Pemilu atau pilkada menjadi bagian dari kepentingan politik rakyat, mengapa demikian? Sebab dengan diadakannya pemilu, rakyat menjadi bagian dari mekanisme jalannya sebuah politik, rakyat dapat menentukan siapa calon pemimpinnya dan memilih siapa yang paling baik diantara yang baik. Akan tetapi masih terdapat “rakyat-rakyat” yang tak tahu apa-apa dan memilih meninggalkan kepentingan politik rakyatnya, dengan cara tidak memilih atau golput (golongan putih). Berdasarkan survey dari CSIS dan lembaga survey Cyrus Network telah menetapkan persentase pemilih yang enggan menggunakan hak pilihnya pada pemilu legislatif 2014. Dan dari hasil kalkulasi mereka melalui metode penghitungan cepat, tingkat ‘golongan putih’ pemilu 2014 hampir menyentuh 25%, “Tingkat partisipasi pemilih 75,2% sementara yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai 24,8%” tulis peneliti CSIS Philips J. Vermonte. Angka ini jauh lebih tinggi dari partai yang bertengger di urutan pertama, yakni PDIP yang hanya mencapai kisaran 18-20 % suara. Apa penyebab tingginya persentase ‘golongan putih’? Jika dilihat dari pemilih dapat diambil suatu keputusan bahwa ini salah pendidikan politik. Mengapa? Sebab masih kurangnya pendidikan politik di Indonesia, sehingga rakyat  tak mementingkan kepentingan politiknya. Padahal saat momen pemilu/pemilukada-lah rakyat bisa memilih dan menentukan nasibnya sendiri.

Pendidikan politik memang penting  untuk ada di Indonesia, sehingga masyarakat dapat membandingkan dengan bijak mana calon yang pantas duduk di kursi singgasana penguasa. Dan tak ada lagi masyarakat yang naïf akan iming-iming calon pemimpin yang zalim dan tak tahu diri. Dan siapakah yang harus mengadakan pendidikan politik, agar rakyat tak dibodohi oknum jahat? Yang harus melaksanakan tugas mulia ini adalah partai politik, menurut UU No. 2 tahun 2008 Pasal 11 tentang fungsi partai politik: (1) Partai politik berfungsi sebagai sarana: a. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tapi realitanya masih banyak partai politik yang tidak menjalankan kewajiban yang sangat penting ini mungkin bisa dihitung dengan jari berapa kali partai politik yang menjalankan salah satu kewajibannya ini. Selain partai politik, lembaga seperti KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan ormas (Organisasi Masyarakat) juga berkewajiban dalam pendidikan politik di masyarakat, agar masyarakat tidak buta politik lagi.

Banyak yang bilang rakyat jauh dari perpolitikan tapi nyatanya rakyat menempel erat dengan politik. Rakyat yang mengatur siapa yang pantas memimpinnya, rakyat pula yang memilih pemimpinnya. Namun masih banyak rakyat yang apatis pada kodrat rakyat dalam demokrasi yang pada dasarnya rakyat menjadi kunci jalannya demokrasi tersebut. Golongan putih masih ada, sebagai golongan yang “katanya” netral, yang bahkan lebih banyak ketimbang perolehan suara pemenang pemilu. Mungkin apabila dibuat partai Golongan Putih atau partai GOLPUT, partai itu selalu menang di setiap gelaran pemilu. Dan semua itu bisa berubah apabila masyarakat sadar akan kepentingan politiknya oleh karena itu pendidikan politik harus ditanam dan dibiarkan tumbuh agar rakyat Indonesia dapat sejahtera dengan pemimpin pilihan yang amanah dan mementingkan kepentingan rakyat Indonesia. (M. Yusya Rahmansyah)  

No comments:

Post a Comment