Sekarang ini politik di
Indonesia sedang dalam kondisi yang tidak diinginkan. Banyak rakyat beranggapan
bahwa politik di Indonesia adalah sesuatu yang hanya mementingkan dan merebut
kekuasaan dengan segala cara. Pemerintah Indonesia pun tidak mampu menjalankan
fungsinya sebagai wakil rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh sebagian rakyat yang
mengeluh, karena hidup mereka belum dapat disejahterakan oleh negara. Pandangan
masyarakat terhadap politik itu sendiri menjadi lebih buruk, disebabkan
pemerintah Indonesia tidak menjalankan kewajibannya sebagai wakil rakyat dengan
baik. Bagi mereka politik hanyalah sesuatu yang buruk dalam mencapai kekuasaan.
Lantas, salahkah
anggapan masyarakat bahwa politik di Indonesia sebenarnya hanya mementingkan
kekuasaan tanpa ada sedikit mementingkan kepentingan rakyat? Bagaimanakah jika
pertanyaan ini dibalik menjadi rakyat hanya mementingkan kepentingannya tanpa
mementingkan kepentingan politik? Menjadi suatu tanda tanya besar bagi bangsa
ini bahwa dengan adanya demokrasi, rakyat menjadi pengontrol perpolitikan di
Indonesia sebagaimana mestinya demokrasi adalah kekuasaan rakyat, dan itu
berarti rakyat mempunyai kepentingan politik. Bagaimanakah kepentingan politik
rakyat? Kepentingan politik rakyat adalah rakyat harus mengerti apa itu politik
dan seperti apa politik bermekanisme.
Pemilu atau pilkada
menjadi bagian dari kepentingan politik rakyat, mengapa demikian? Sebab dengan
diadakannya pemilu, rakyat menjadi bagian dari mekanisme jalannya sebuah
politik, rakyat dapat menentukan siapa calon pemimpinnya dan memilih siapa yang
paling baik diantara yang baik. Akan tetapi masih terdapat “rakyat-rakyat” yang
tak tahu apa-apa dan memilih meninggalkan kepentingan politik rakyatnya, dengan
cara tidak memilih atau golput (golongan putih). Berdasarkan survey dari CSIS
dan lembaga survey Cyrus Network telah menetapkan persentase pemilih yang
enggan menggunakan hak pilihnya pada pemilu legislatif 2014. Dan dari hasil
kalkulasi mereka melalui metode penghitungan cepat, tingkat ‘golongan putih’
pemilu 2014 hampir menyentuh 25%, “Tingkat partisipasi pemilih 75,2% sementara
yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai 24,8%” tulis peneliti CSIS Philips
J. Vermonte. Angka ini jauh lebih tinggi dari partai yang bertengger di urutan
pertama, yakni PDIP yang hanya mencapai kisaran 18-20 % suara. Apa penyebab
tingginya persentase ‘golongan putih’? Jika dilihat dari pemilih dapat diambil
suatu keputusan bahwa ini salah pendidikan politik. Mengapa? Sebab masih kurangnya
pendidikan politik di Indonesia, sehingga rakyat tak mementingkan kepentingan politiknya.
Padahal saat momen pemilu/pemilukada-lah rakyat bisa memilih dan menentukan
nasibnya sendiri.
Pendidikan politik
memang penting untuk ada di Indonesia,
sehingga masyarakat dapat membandingkan dengan bijak mana calon yang pantas
duduk di kursi singgasana penguasa. Dan tak ada lagi masyarakat yang naïf akan
iming-iming calon pemimpin yang zalim dan tak tahu diri. Dan siapakah yang
harus mengadakan pendidikan politik, agar rakyat tak dibodohi oknum jahat? Yang
harus melaksanakan tugas mulia ini adalah partai politik, menurut UU No. 2
tahun 2008 Pasal 11 tentang fungsi partai politik: (1) Partai politik berfungsi
sebagai sarana: a. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar
menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajiban dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tapi realitanya masih banyak
partai politik yang tidak menjalankan kewajiban yang sangat penting ini mungkin
bisa dihitung dengan jari berapa kali partai politik yang menjalankan salah
satu kewajibannya ini. Selain partai politik, lembaga seperti KPU (Komisi
Pemilihan Umum) dan ormas (Organisasi Masyarakat) juga berkewajiban dalam
pendidikan politik di masyarakat, agar masyarakat tidak buta politik lagi.
Banyak yang bilang
rakyat jauh dari perpolitikan tapi nyatanya rakyat menempel erat dengan
politik. Rakyat yang mengatur siapa yang pantas memimpinnya, rakyat pula yang
memilih pemimpinnya. Namun masih banyak rakyat yang apatis pada kodrat rakyat
dalam demokrasi yang pada dasarnya rakyat menjadi kunci jalannya demokrasi
tersebut. Golongan putih masih ada, sebagai golongan yang “katanya” netral,
yang bahkan lebih banyak ketimbang perolehan suara pemenang pemilu. Mungkin
apabila dibuat partai Golongan Putih atau partai GOLPUT, partai itu selalu
menang di setiap gelaran pemilu. Dan semua itu bisa berubah apabila masyarakat
sadar akan kepentingan politiknya oleh karena itu pendidikan politik harus
ditanam dan dibiarkan tumbuh agar rakyat Indonesia dapat sejahtera dengan
pemimpin pilihan yang amanah dan mementingkan kepentingan rakyat Indonesia. (M. Yusya Rahmansyah)
No comments:
Post a Comment