Pada umumnya, banyak orang cenderung mengartikan amal hanya dengan memberikan uang. Mungkin penyebabnya adalah uang sebagai salah satunya barang yang menjadi alat penolong. Persepsi itu sepertinya sudah menjadi budaya yang melekat dan kebiasaan yang terbentuk di masyarakat kita. Di jalanan kita sering menemukan pengemis yang mengadahkan tangannya untuk mendapatkan uang belas kasih orang. Iklan-iklan di media massa menyuguhkan nomor-nomor rekening untuk donasi program amal dari lembaga sosial atau yayasan. Sampai ketika berbelanja di supermarket pun, uang kembalian sering kali ditawarkan sebagai donasi amal.
Picture via Area Mahasiswa
Yang terjadi di kemudian adalah bukan hal yang salah jika anak kecil mengartikan amal dalam arti yang sempit. Amal adalah ketika mereka memasukkan beberapa rupiah di kotak amal, memberikan sejumlah uang sebagai wujud partisipasi di sekolah atau menyisihkan recehan untuk pengemis jalanan. Menurut anak-anak itu adalah usaha terbaik dari wujud amal kebajikan sebagai bukti kepedulian.
Jadi, kalau yang menjadi tujuan akhir saat mengajarkan seseorang bahwa berbagi itu peduli, maka itu mengajarkan beramal tanpa didahului proses pembelajaran tentang urgensi berbagi. Jika demikian, maka dapat dipastikan hanya akan melahirkan suatu konsep abstrak yang tidak memunculkan makna yang dalam pada sisi kejiwaan seseorang. Faktanya, banyak orang yang tidak mengerti, dengan uang 50 ribu rupiah yang ia donasikan misalnya, ternyata sama nilainya dengan membagikan 10 bungkus nasi rames yang bisa mengenyangkan 10 orang gelandangan yang kelaparan. Artinya, jika tidak ada proses pembelajaran beramal, maka makna yang harusnya di petik dari keindahan berbagi akan menjadi sangat dangkal dan tidak berimbas apa-apa. Uang memang satu-satunya alat yang paling sederhana, tapi bisa menyelesaikan banyak masalah.
Penggunaan donasi uang lebih fleksibel, karena bisa di sesuaikan dengan kebutuhan yang paling dibutuhkan oleh penerima bantuan. Meski demikian, bukan berarti tidak ada peluang beramal selain donasi uang. Ada banyak sekali peluang berbuat kebajikan yang nilainya setara, bahkan mungkin lebih bernilai tinggi dari sekadar uang. Community Service sebagai media sosial, sudah ada beberapa sekolah dan lembaga pendidikan yang memahami betapa pentingnya melibatkan anak-anak didik mereka di dunia sosial. Orang tua dan guru mendorong dan membiarkan anak-anak mereka terjun langsung ke dalam kegiatan sosial. Bahkan anak pra-sekolah sudah dikenalkan dengan berbagai kegiatan. Sebagai wujud dari keinginan berbagi dan menunjukkan rasa peduli.
Di samping itu, tentunya keberadaan generasi yang cerdas, agamis, dan peduli merupakan aset tak ternilai yang akan menciptakan dunia yang lebih baik di masa depan. “Dalam pendidikan kehidupan, pikiran berangsur secara bertahap dari percobaan-percobaan ilmiah menuju teori-teori intelektual menuju perasaan spiritual dan kemudian sampai kepada Tuhan” (Khalil Gibran).
Dan tahukah Anda, ternyata gemar melakukan kegiatan amal memiliki keterkaitan yang kuat dengan kecerdasan otak seseorang. Keterkaitannya ada pada tingkat yang paling dasar yakni fungsional, magnetic, resonance, imaging. Bukti konkretnya adalah seseorang yang memberikan uang atau benda kesayangan atau apapun untuk amal, menyebabkan aktivitas di daerah otak, yang diakibatkan keterlibatan seseorang dalam pengalaman menyenangkan dan membanggakan.
Dan tahukah Anda, ternyata gemar melakukan kegiatan amal memiliki keterkaitan yang kuat dengan kecerdasan otak seseorang. Keterkaitannya ada pada tingkat yang paling dasar yakni fungsional, magnetic, resonance, imaging. Bukti konkretnya adalah seseorang yang memberikan uang atau benda kesayangan atau apapun untuk amal, menyebabkan aktivitas di daerah otak, yang diakibatkan keterlibatan seseorang dalam pengalaman menyenangkan dan membanggakan.
Daerah otak tersebut juga yang kemudian terbukti merespon suatu tindakan yang dianggap sebagai pengalaman baru oleh pelakunya, seperti seseorang yang kecanduan narkoba, misalnya, efek dari narkoba yang mengakibatkan seseorang menjadi pecandu tetap adalah karena rangsangan tagihan dari otak yang kemudian memerintahkan seseorang untuk mengulang tindakan yang sama dikemudian hari. Intinya, ketika seseorang melakukan tindakan tertentu, sesuatu yang baru yang ternyata membahagiakan, membanggakan, rasa bangga inilah yang kemudian menimbulkan keinginan seperti seseorang yang ketagihan.
Efek seperti itulah yang kemudian juga terjadi pada seorang pelaku kebajikan, rasa bangga bahwa ia telah melakukan sesuatu yang luar biasa inilah yang kemudian memunculkan semangat dan keinginan untuk mengulang. Bahkan melakukan kabjikan yang lebih hebat lagi, lebih membanggakan lagi. Inilah penyebab utamanya, mengapa seseorang yang memiliki jiwa sosial itu, yang konon memiliki kecenderungan kecerdasan otak kanan yang lebih dominan, menjadikan mereka para pemenang kehidupan ini.
Cermati apa yang dikatakan oleh Norman Umcent Peale berikut: “Orang-orang menjadi begitu luar biasa ketika mereka mulai berpikir bahwa mereka bisa melakukan sesuatu. Saat mereka percaya pada diri mereka sendiri, ya pada diri mereka sendiri, mereka memiliki rahasia kesuksesan yang pertama”
- Jenna M. Aliffiana -
No comments:
Post a Comment