Permasalahan yang kerap terjadi di ORMAWA adalah adanya hubungan khusus diantara anggota. Tak jarang kader-kader yang aktif, secara mendadak tidak ada kabar atau menghilang. Pemicu yang sering muncul adalah mengatasnamakan cinta. Dinamika percintaan pada suatu ORMAWA, memberikan nuansa dan warna baru. Virus merah jambu ini bisa saja datang tanpa diundang pada kader-kader terbaik di ORMAWA. Namun, sudah siapkah para kader terjebak cinta di ORMAWA?
Setiap anggota di ORMAWA dituntut untuk bekerja secara profesional. Dibutuhkan anggota yang tanggungjawab atas tugas serta pekerjaannya dengan waktu yang telah ditentukan. Namun, banyak kader yang seakan-akan mengabaikan tuntutan untuk profesional. Terutama dengan latar belakang urusan hati atau perasaan. Kader yang terjebak dalam cinta di ORMAWA perlu merenungkan kembali bila tak sanggup menjunjung tinggi profesionalisme. Bukan hanya menyangkut profesional saja, tetapi aspek-aspek lain perlu dipikirkan matang. Jangan sampai terjadi batasan kader lain untuk berinteraksi karena alasan menghindari kecemburuan atau sekedar menjaga hati.
CINLOK atau cinta lokasi dalam satu ORMAWA seperti sudah melekat dan membudaya. Bagaikan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan turun menurun. Ada pepatah umum mengatakan, “Bila kau jatuh cinta, maka kau harus siap patah hati.” Sudah siapkah bila ditolak oleh rekan satu ORMAWA? Sudah siapkah bila putus hubungan namun harus tetap profesional di ORMAWA? Semakin rumit bila kandasnya suatu hubungan karena pihak ke-tiga. Belum lagi salah satu pihak yang tak kunjung move on. Hal ini memang membuat dilema bagi sebagian aktivis kampus. Meninjau lebih jauh jika dikaitkan dengan kebebasan menentukan hidup.
Tidak jauh berbeda dengan cinta lokasi satu ORMAWA, ada juga aktivis kamus yang menjalin hubungan khusus dengan anggota dari ORWAMA yang berbeda. Hal ini berimbas pada tali silaturahmi kedua ORMAWA yang bersangkutan. Pemikiran negatif selalu saja terlintas bila sudah terjadi konflik. Konyolnya, hanya dua orang yang bersangkutan saja yang memiliki konflik pribadi, namun dapat meluas menjadi seluruh anggota ORMAWA.
Parahnya bila terjadi cinta segitiga. Jelas ini sangat berdampak buruk. Kader-kader yang bersangkutan tidak akan profesional. Menaruh dendam dan akan selalu mencari kesalahan ‘musuhnya itu.’ Jabatan dengan mudah disalahgunakan. Kader-kader tak bertanggung jawab yang merasa tersaingi dalam urusan asmara, dapat dengan mudah menjatuhkan ‘lawannya’ di ORMAWA, hanya karena jabatannya lebih tinggi. Bahkan menjadi pengendali ORMAWA tersebut.
Fakta nyata yang terakhir adalah mahasiswa yang dengan sengaja mengatasnamakan cinta demi kepentingan pribadi atau kelompok. Baik itu kepentingan jabatan, politik, popularitas atau bahkan rasa aman. Belum lagi kaum hawa yang kerap menjadi wayang para dalang politik atau hanya sekedar syahwat politik saja. Sungguh menyedihkan melihat fenomena yang ada. Namun memang benar adanya dan sulit untuk menyadarkannya. Mengingat kaum hawa yang selalu saja memprioritaskan perasaan.
ORMAWA merindukan kader yang berkarakter tangguh dan pejuang. Memiliki komitmen dan teguh hati untuk mewujudkan visi serta misi ORMAWA. Kader-kader yang siap membela kebenaran. Bukan numpang nama, ingin terkenal atau bersembunyi di ketiak salah satu kader lain. Bukan pula untuk ajang pencarian jodoh sehingga menarik perhatian lawan jenis. Dan juga bukan kader yang saling menjatuhkan bahkan ‘merusak’ kader lain. Para kader haruslah saling membantu meluruskan yang bengkok.
Tidak ada yang salah dalam mencintai. Bahkan, Tuhan juga mengajarkan kita untuk saling menyayangi dan mencintai. Bukan pula bermaksud untuk menghalangi kebebasan individu. Namun, perlu direnungkan kembali, apabila belum siap berkomitmen hindarilah virus merah jambu di ORMAWA. Kehadiran kita mampu membuat lingkungan dan orang-orang terdekat menjadi berkembang lebih baik, meskipun status kita masih jomblo. Jadilah jomblo intelektual.
Setiap anggota di ORMAWA dituntut untuk bekerja secara profesional. Dibutuhkan anggota yang tanggungjawab atas tugas serta pekerjaannya dengan waktu yang telah ditentukan. Namun, banyak kader yang seakan-akan mengabaikan tuntutan untuk profesional. Terutama dengan latar belakang urusan hati atau perasaan. Kader yang terjebak dalam cinta di ORMAWA perlu merenungkan kembali bila tak sanggup menjunjung tinggi profesionalisme. Bukan hanya menyangkut profesional saja, tetapi aspek-aspek lain perlu dipikirkan matang. Jangan sampai terjadi batasan kader lain untuk berinteraksi karena alasan menghindari kecemburuan atau sekedar menjaga hati.
CINLOK atau cinta lokasi dalam satu ORMAWA seperti sudah melekat dan membudaya. Bagaikan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan turun menurun. Ada pepatah umum mengatakan, “Bila kau jatuh cinta, maka kau harus siap patah hati.” Sudah siapkah bila ditolak oleh rekan satu ORMAWA? Sudah siapkah bila putus hubungan namun harus tetap profesional di ORMAWA? Semakin rumit bila kandasnya suatu hubungan karena pihak ke-tiga. Belum lagi salah satu pihak yang tak kunjung move on. Hal ini memang membuat dilema bagi sebagian aktivis kampus. Meninjau lebih jauh jika dikaitkan dengan kebebasan menentukan hidup.
Tidak jauh berbeda dengan cinta lokasi satu ORMAWA, ada juga aktivis kamus yang menjalin hubungan khusus dengan anggota dari ORWAMA yang berbeda. Hal ini berimbas pada tali silaturahmi kedua ORMAWA yang bersangkutan. Pemikiran negatif selalu saja terlintas bila sudah terjadi konflik. Konyolnya, hanya dua orang yang bersangkutan saja yang memiliki konflik pribadi, namun dapat meluas menjadi seluruh anggota ORMAWA.
Parahnya bila terjadi cinta segitiga. Jelas ini sangat berdampak buruk. Kader-kader yang bersangkutan tidak akan profesional. Menaruh dendam dan akan selalu mencari kesalahan ‘musuhnya itu.’ Jabatan dengan mudah disalahgunakan. Kader-kader tak bertanggung jawab yang merasa tersaingi dalam urusan asmara, dapat dengan mudah menjatuhkan ‘lawannya’ di ORMAWA, hanya karena jabatannya lebih tinggi. Bahkan menjadi pengendali ORMAWA tersebut.
Fakta nyata yang terakhir adalah mahasiswa yang dengan sengaja mengatasnamakan cinta demi kepentingan pribadi atau kelompok. Baik itu kepentingan jabatan, politik, popularitas atau bahkan rasa aman. Belum lagi kaum hawa yang kerap menjadi wayang para dalang politik atau hanya sekedar syahwat politik saja. Sungguh menyedihkan melihat fenomena yang ada. Namun memang benar adanya dan sulit untuk menyadarkannya. Mengingat kaum hawa yang selalu saja memprioritaskan perasaan.
ORMAWA merindukan kader yang berkarakter tangguh dan pejuang. Memiliki komitmen dan teguh hati untuk mewujudkan visi serta misi ORMAWA. Kader-kader yang siap membela kebenaran. Bukan numpang nama, ingin terkenal atau bersembunyi di ketiak salah satu kader lain. Bukan pula untuk ajang pencarian jodoh sehingga menarik perhatian lawan jenis. Dan juga bukan kader yang saling menjatuhkan bahkan ‘merusak’ kader lain. Para kader haruslah saling membantu meluruskan yang bengkok.
Tidak ada yang salah dalam mencintai. Bahkan, Tuhan juga mengajarkan kita untuk saling menyayangi dan mencintai. Bukan pula bermaksud untuk menghalangi kebebasan individu. Namun, perlu direnungkan kembali, apabila belum siap berkomitmen hindarilah virus merah jambu di ORMAWA. Kehadiran kita mampu membuat lingkungan dan orang-orang terdekat menjadi berkembang lebih baik, meskipun status kita masih jomblo. Jadilah jomblo intelektual.
Penulis : Siska Fajar Kusuma
No comments:
Post a Comment