Jurusan Ilmu Politik 2016
Hakikat manusia adalah makhluk berpikir. Proses menuju berpikirnya manusia ditentukan oleh akalnya serta lingkungan atau iklim tempat tinggalnya. Apa yang menjadi harapan adalah sebuah tempat atau lingkungan yang mampu menciptakan tempat berpikir bagi semua orang, sehingga kehidupan seseorang diilhami oleh akal sehat.
Demokrasi hadir sebagai pencerdasan bagi akal sehat sehingga terciptanya kehidupan publik yang berpangkal pada akal sehat. Sejalan dengan konsep Demokrasi Deliberatif bahwa hakikatnya proses politik publik harus membebaskan manusia dari keterbelengguan, atau membebaskan manusia dalam artian bebas secara pikiran, berdaulat secara politik, dan menggunakan pikiran sebagai dalil terakhirnya.
Dalam konteks Negara Indonesia, tugas konstitusi mengamanatkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Etika publik dibangun atas dasar saling kepercayaan. Tugas Negara mengawal dan menjamin hak-hak berpikir seorang warga Negara. Suatu keharusan bahwa warga Negara harus menggunakan akalnya dalam kehidupan berwarga Negara.
Salah satu praktik kehidupan warga negara yang secara teknis mempunyai porsi untuk menggunakan hak warga negaranya adalah pemilihan umum. Tugas etisnya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan hak memilih. Voting atau pemilihan merupakan tugas utama yang harus dilakukan agar sistem politik dapat jalan secara teratur dan selalu dalam kondisi “sehat”.
Kesehatan dalam demokrasi yang dilakukan melalui pemilu harus dibenahi dari pra hingga pasca pemilu. Proses kampanye yang dilakukan sebelum pemilu harus mencerdaskan para konstituen, tentu dengan membenturkan ide dan gagasan, bukan dengan saling melempar caci maki dan ujaran kebencian. Kampanye di publik harus dilakukan secara mendidik, agar masyarakat yang datang ke bilik bukan hanya berorientasi pada hal yang materil, tetapi dilandasi dengan kewajiban moril.
Tentu tak dapat dipungkiri gelontoran dana dan mobilisasi massa sering kali terjadi demi mendapatkan elektoral. Sebelum masuk ke TPS terjadilah transaksional. Tapi saat ini kita juga berimajinasi bahwa dibalik suara rakyat yang mencoblos terdapat nilai-nilai ideologis atau "philos" yang melandasi. Tujuannya tentu wakil-wakil di parlemen atau eksekutif nanti akan sibuk mencari dan mempertentangkan pikiran karena akan ada beban bahwa mereka merupakan mandataris dari pikiran masyarakat, bukan sibuk mengakali keluarnya anggaran demi balik modalnya anggaran yang dikeluarkan sebelum pencalonan.
Demokrasi seperti inilah yang kita harapkan agar pemilu bukan hanya ajang 5 tahunan, melainkan proses untuk meningkatkan taraf pikiran atau bahkan meningkatkan kesejahteraan. Proses politik ini memberikan kita pemahaman bahwa tahun politik tak sesempit pertarungan antara cebong dan kampret, tapi pemilu bisa jadi ajang untuk menguji berbagai pikiran dengan menjunjung tinggi keadaban. Jalan pemilu yang dilalui melewati akal sehat, bukan melewati kebencian ataupun tipu muslihat.
Dengan menciptakan pemilu yang berbasiskan akal sehat secara tidak langsung turut menjadikan kondisi sistem politik Indonesia menjadi ramah terhadap hak-hak publik dan menciptakan iklim politik yang berpangkal pada penghargaan terhadap pikiran. Yang diharapkan dari semua ini adalah dengan melakukan proses demokrasi, maka terciptanya kehidupan publik yang mewariskan nalar pencerdasan sebagai kontribusi untuk membangun negeri. Dan tentu paradigma membangun negeri dengan melakukan proses demokrasi bisa dimulai dari kita.
Penyunting: Neli.P
Demokrasi hadir sebagai pencerdasan bagi akal sehat sehingga terciptanya kehidupan publik yang berpangkal pada akal sehat. Sejalan dengan konsep Demokrasi Deliberatif bahwa hakikatnya proses politik publik harus membebaskan manusia dari keterbelengguan, atau membebaskan manusia dalam artian bebas secara pikiran, berdaulat secara politik, dan menggunakan pikiran sebagai dalil terakhirnya.
Dalam konteks Negara Indonesia, tugas konstitusi mengamanatkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Etika publik dibangun atas dasar saling kepercayaan. Tugas Negara mengawal dan menjamin hak-hak berpikir seorang warga Negara. Suatu keharusan bahwa warga Negara harus menggunakan akalnya dalam kehidupan berwarga Negara.
Salah satu praktik kehidupan warga negara yang secara teknis mempunyai porsi untuk menggunakan hak warga negaranya adalah pemilihan umum. Tugas etisnya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan hak memilih. Voting atau pemilihan merupakan tugas utama yang harus dilakukan agar sistem politik dapat jalan secara teratur dan selalu dalam kondisi “sehat”.
Kesehatan dalam demokrasi yang dilakukan melalui pemilu harus dibenahi dari pra hingga pasca pemilu. Proses kampanye yang dilakukan sebelum pemilu harus mencerdaskan para konstituen, tentu dengan membenturkan ide dan gagasan, bukan dengan saling melempar caci maki dan ujaran kebencian. Kampanye di publik harus dilakukan secara mendidik, agar masyarakat yang datang ke bilik bukan hanya berorientasi pada hal yang materil, tetapi dilandasi dengan kewajiban moril.
Tentu tak dapat dipungkiri gelontoran dana dan mobilisasi massa sering kali terjadi demi mendapatkan elektoral. Sebelum masuk ke TPS terjadilah transaksional. Tapi saat ini kita juga berimajinasi bahwa dibalik suara rakyat yang mencoblos terdapat nilai-nilai ideologis atau "philos" yang melandasi. Tujuannya tentu wakil-wakil di parlemen atau eksekutif nanti akan sibuk mencari dan mempertentangkan pikiran karena akan ada beban bahwa mereka merupakan mandataris dari pikiran masyarakat, bukan sibuk mengakali keluarnya anggaran demi balik modalnya anggaran yang dikeluarkan sebelum pencalonan.
Demokrasi seperti inilah yang kita harapkan agar pemilu bukan hanya ajang 5 tahunan, melainkan proses untuk meningkatkan taraf pikiran atau bahkan meningkatkan kesejahteraan. Proses politik ini memberikan kita pemahaman bahwa tahun politik tak sesempit pertarungan antara cebong dan kampret, tapi pemilu bisa jadi ajang untuk menguji berbagai pikiran dengan menjunjung tinggi keadaban. Jalan pemilu yang dilalui melewati akal sehat, bukan melewati kebencian ataupun tipu muslihat.
Dengan menciptakan pemilu yang berbasiskan akal sehat secara tidak langsung turut menjadikan kondisi sistem politik Indonesia menjadi ramah terhadap hak-hak publik dan menciptakan iklim politik yang berpangkal pada penghargaan terhadap pikiran. Yang diharapkan dari semua ini adalah dengan melakukan proses demokrasi, maka terciptanya kehidupan publik yang mewariskan nalar pencerdasan sebagai kontribusi untuk membangun negeri. Dan tentu paradigma membangun negeri dengan melakukan proses demokrasi bisa dimulai dari kita.
Penyunting: Neli.P
No comments:
Post a Comment