Oleh M. Yusya Rahmansyah
Mahasiswa Ilmu Politik 2017
Mendengar kata tronjal-tronjol menjadi semakin menyenangkan di tahun Politik 2019 ini, mungkin ada yang belum tahu bahwa ada poros ketiga yang muncul di tahun politik ini. Tapi, masa sih belum tahu ada poros ketiga yang katanya lebih asyik daripada dua poros yang sudah ada di kontestasi politik Indonesia beberapa tahun belakangan? Nurhadi-Aldo, pasangan calon presiden fiktif dari Partai PUKI (Partai Untuk Kebutuhan Iman) yang katanya pendukungnya lebih banyak dari beberapa partai-partai yang "non-fiktif". Kehadiran pasangan yang disingkat menjadi Dildo ini menjadikan tahun politik yang kesannya penuh dengan sikut kiri-sikut kanan dan penuh dengan tensi tinggi menjadi lebih rileks dan tentunya seperti slogan pasangan Dildo #TronjalTronjolMahaAsyik yang tentu saja membuat tahun politik ini menjadi Maha Asyik.
Namun dengan adanya poros ketiga yang fiktif ini, menjadikan dua poros utama seakan-akan memiliki pesaing kuat namun fiktif. Ibaratnya berantem sama tokoh antagonis via layar televisi. Memang agak aneh, tapi yang lebih anehnya lagi, ternyata pendukung si pasangan calon fiktif ini bukan fiktif melainkan nyata. Ya, orang-orang yang nyata yang ada di dunia nyata walaupun dukungnya juga via media sosial atau sejenisnya, tapi dapat dipastikan sebagian besar itu pendukungnya si Dildo ya manusia-manusia asli. Jika dilihat dari fenomena Paslon Pilpres fiktif, hal ini menunjukkan bahwa orang-orang di Indonesia "sebagian besarnya" sudah merasa muak dengan pertarungan dua poros "nyata" yang ada di kontestasi Pilpres 2019 nanti.
Pertarungan dua poros yang memang bertarung membela masing-masing Paslonnya seakan-akan menunjukkan bahwa tidak ada tujuan untuk mementingkan rakyat dalam kontestasi politik di tahun Politik 2019 kali ini. Kedua poros hanya fokus untuk membela pasangan calon masing-masing, ditunjukkan dengan cara saling melempar berita hoax atau kebohongan, melempar isu-isu masa lampau yang negatif dan mengeluarkan jurus-jurus jitu menghindar dari pemberitaan negatif. Apa yang dilakukan oleh kedua poros ini sekali lagi ‘hanya’ menunjukkan superioritas mereka kepada publik dengan tujuan mengambil hati rakyat agar memilih mereka di Pilpres nanti, tidak ada perdebatan substansial mengenai keadaan rakyat, yang ada hanya perdebatan siapakah yang pantas dan cocok mengisi posisi paling tinggi di NKRI.
Lalu di manakah Dildo berada? Dildo berada sebagai pemberi garam pada makanan hambar, maksudnya Dildo itu ya Nurhadi-Aldo pasangan calon presiden fiktif bukannya yang lain. Posisi Dildo sebagai pelipur lara pada tahun politik kali ini menjadi suatu tanda bahwa masih banyak orang-orang Indonesia yang merasa bahwa politik dapat ditertawakan sebagaimana halnya komedi yang kita lihat. Akan tetapi, apakah dengan adanya Tronjal-Tronjol Maha Asyik menjadikan Pilpres kali ini akan asyik atau nantinya menjadi suatu tanda akan lahirnya golongan putih dengan jumlah besar pada Pilpres nanti? Pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab sekarang, jadi kita lihat saja nanti pada hari H-nya. Oh iya ini bukan kampanye Nurhadi-Aldo ya, jadi jangan terlalu diseriuskan bacanya...
Penyunting: Nida
No comments:
Post a Comment