Menikmati Rasa Lapar di Bulan Puasa - GEMERCIK MEDIA

Breaking

Wednesday, 31 May 2017

Menikmati Rasa Lapar di Bulan Puasa

Cobaan yang dianggap paling berat dalam puasa adalah menahan rasa lapar. Walaupun puasa itu bukan sekedar menahan rasa lapar, akan tetapi seorang muslim yang berpuasa pasti merasakan adanya pola makan yang berubah di bulan suci ramadan ini dibadingkan bulan-bulan lainnya. Pola makan yang berubah inilah yang membuat sebagian muslim mungkin merasa lemas karena terbiasa makan pagi dan siang hari namun pola makan tersebut harus diubah menjadi makan di waktu adzan magrib dan saat sahur sebelum masuk waktu shubuh. 

Sumber foto: nyunyu.com

Belum lagi puasa itu dilakukan pada saat kita beraktivitas. Ada yang sekolah, bekerja atau kuliah. Kita mungkin merasa badan kita agak lesu dari biasanya karena waktu dimana rutinitas yang padat harus tetap kita lakukan sedangkan perut dalam keadaan kosong. Sehingga ada ketakutan produktivitas bisa menurun. Namun sebenarnya itu bukan jadi alasan untuk bermalas-malasan dan tidak melakukan pekerjaan.

Kita tahu di bulan suci ramadan ibadah-ibadah yang kita lakukan akan dilipatgandakan. Maka sebagai muslim yang baik pasti akan berlomba-lomba untuk melakukan segala jenis ibadah. Bekerja atau belajar di perkuliahan juga bagian dari ibadah. Maka bukan alasan untuk tidak kuliah. 

Keluhan-keluhan yang hanya menjadi alasan agar bisa bermalas-malasan tidak bisa menjadi dalih. Seharusnya seorang muslim bisa tetap menjalani rutinitasnya dengan baik bahkan kalau bisa lebih baik dari bulan biasanya karena seperti yang saya jelaskan sebelumnya bahwa di bulan suci ini segala bentuk ibadah akan dilipatkangandakan.

Ketika perut mulai memanggil-memanggil di siang hari, ditengah terik matahari yang panas, dan ketika kotoran kucing nampak seperti coklat, maka itulah saat godaan seorang muslim diuji. 

Saya kurang setuju dengan adanya aturan atau Perda tentang "Penutupan Warung Makan atau Restoran di Siang Hari". Walaupun alasannya untuk menghormati orang yang berpuasa akan tetapi konteks menghormati itu bukan dengan menyembunyikan godaan-godaan orang yang berpuasa.

Menutup warung makan atau restoran artinya pemerintah melindungi orang berpuasa agar tidak tergoda dengan makanan atau minuman. Jika warung makan atau restoran tetap di buka itu tidak menjadi masalah. Seorang muslim yang niat sungguh-sungguh berpuasa tidak akan pernah tergoda dengan makanan di warung makan. Justru warung makan yang tetap buka itu adalah bagian dari ujian seorang muslim dalam menjalani puasanya. Bila semua godaan-godaan itu ditutup, lalu dimana letak ujiannya? 

Ini bukan masalah harus menghormati orang yang tidak berpuasa, tapi bukankah puasa itu salah satunya agar seorang muslim dapat ikut merasakan orang-orang yang terbiasa kelaparan? Terbiasa melihat orang-orang makan dengan makanan yang enak dan mahal. Mereka yang terbiasa kelaparan tidak pernah merasa harus dihormati. Mereka tidak mampu makan, tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya mereka ‘menikmati’ rasa lapar itu sampai mereka bisa makan, entah kapan dan darimana.

Yang menjadi pertanyaan, jika warung makan atau restoran tetap buka, apa kita akan protes? Protes karena apa? Protes karena merasa tidak dihormati atau merasa tergoda makan dan ingin membatalkan puasa?

Kita selama ini diajarkan berpuasa dengan menahan lapar. Padahal lapar bukan untuk ditahan-tahan. Kalau lapar yang silahkan makan saja. Kalau puasa hanya karena terpaksa untuk apa berpuasa? Rasa lapar itu mestinya dinikmati. Rasa lapar jangan dijadikan keluhan dan dianggap penderitaan. Bila kita berpikir seperti itu maka kita termasuk orang-orang yang tidak pernah bersyukur.

Sebagian muslim yang selalu mengeluh dengan rasa lapar saat puasa mungkin tak akan pernah merasa senang acapkali memasuki bulan ramadhan. Padahal bulan ramadhan ini adalah bulan yang penuh keberkahan dan paling ditunggu-tunggu oleh umat muslim di seluruh dunia. Sudah sepantaskan bulan ini dimanfaatkan untuk beribadah dan lebih mendekatkan diri pada sang pencipta.


- Daffa Ardhan -

No comments:

Post a Comment