JADIKAN SASTRA
SEBAGAI CAKRA, MENEMBUS KEPALA JUTAAN JIWA DALAM SATU LANGKAH MENJAGA
LINGKUNGAN UNTUK PERADABAN
“Satu
peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus ribuan
bahkan jutaan kepala.” Ungkapan pribahasa ini sangat tepat menggambarkan
kekuatan sastra dalam memajukan bangsa. Kaum intelek Indonesia sejak dahulu
sudah hidup menyatu bersama sastra yang menjadi cakra dalam memajukan bangsa.
Hal ini menjadi faktor utama Indonesia dapat diperhitungkan dalam percaturan
politik dunia.
Mengingat
di Indonesia, khususnya kaum intelek pada masa kemerdekaan, yang melahirkan
propaganda melalui sastra kepada rakyat Indonesia sehingga semangat rakyat
menjadi berapi-api. Propaganda dalam tulisan yakni dengan menyebutkan bahwa
kita telah dijajah oleh belanda selama 3,5 abad. Padahal, sebenarnya itu tidak
dibenarkan dalam perjalanan sejarah Indonesia. Maka, satu pertanyaan yang hadir
adalah : Apa yang akan terjadi jika sastra diterapkan kembali sebagai cakra
dalam satu langkah menjaga lingkungan untuk peradaban?
Sastra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah karya tulis yang bila
dibandingkan tulisan lain, ciri-ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan,
keindahan dalam isi dan ungkapannya. Karya sastra berarti kerangka yang mengacu
pada nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra
memberikan wawasan yang umum tentang masalah manusiawi, sosial, maupun
intelektual, dengan cara yang khas. Pembaca sastra dimungkinkan untuk
menginterpretasikan teks sastra sesuai dengan wawasannya sendiri.
Pengertian
lingkungan hidup menurut Salim (1976), secara umum lingkungan hidup diartikan
sebagai segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam
ruanganyang kita tempati dan mempengaruhi hal yang termasuk kepada kehidupan
manusia. Batas ruang lingkungan menurut pengertian ini bisa sangat luas, namun
untuk praktisnya dibatasi ruang lingkungan dengan faktor-faktor yang dapat dijangkau
oleh manusia seperti faktor politik, faktor sosial, faktor ekonomi, faktor alam
dan lain-lain.
Hal
ini sebagaimana yang telah terjadi di masa lalu yakni sastra sebagai modal
dalam merubah pola pikir masyarakat dalam memajukan bangsa. Namun, fokus utama
penggunaan sastra dalam kemajuan bangsa yakni sastra sebagai penjaga lingkungan
kehidupan. Karena ketika kita melihat dari kedua pengertian atara lingkungan
hidup dan sastra akan ada hubungannya yakni terutama dalam pengaruh. Dengan
demikian, perjalanan menuju bangsa yang hijau dapat terwujud. Sastra memiliki
peran sangat fundamental dalam merubah pemikiran seseorang. Ibarat api dengan
panasnya, ibarat air dengan basahnya, dan ibarat kapas dengan kainnya. Hal
inilah yang disebabkan sastra pada dasarnya membicarakan berbagai nilai hidup
dan kebidupan yang berkaitan langsung dengan pembentukan karakter manusia. Maka
dari itu, cakra yang saya maksud dalam menjaga lingkungan itu yakni perbaikan
sikap dan perilaku.
Berbicara
sastra dan lingkung hidup merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Lingkungan
hidup membutuhkan sastra dalam perannya sebagai pemberi pengaruh kepada manusia
agar dapat berperilaku mencintai lingkungan. Disisi lain, sastra membutuhkan
lingkungan untuk lebih menggali kosa kata dalam berkreasi terutama dalam karya
sastra. Atas dasar inilah hubungan saling keterkaitan antara sastra dan
lingkungan hidup sangat kuat.
Menurut Mangunwijaya (1992: 7) menyatakan
disamping penelitian yang bersifat ilmiah untuk memahami dan menolong manusia
serta masyarakat, dunia sastra masih tetap memegang peran vital dalam bidang
yang sama. Khususnya dalam dimensi-dimensi yang begitu dalam seperti
religiositas manusia, yang menentukan sikap kita terhadap diri sendiri,
buah-buah sastra mengisi apa yang tidak mungkin diisi oleh ilmu pengetahuan dan
ikhtian-ikhtiar kemanusiaan lain. Khususnya dalam pengolahan religius manusia
yang lazimnya hanya dapat dikonsumsikan melalui bahasa lambang dan persentuhan
cita-rasa, sarana sastra sangat bermanfaat.
Menembus
jutaan kepala menjadi tujuan utama dalam memberikan pengaruh agar masyarakat
lebih mencintai lingkungan. Melalui karya sastra menjadi satu jalan tersendiri
dikarenakan tanpa unsur itu mustahil rasanya untuk mewujudkan generasi yang mau
menjaga lingkungan. Kemudian, memberi ajakan disetiap pidato-pidato orang
berpengaruh harus diselipkan pentingnya lingkungan hidup dan dampak dari tidak
menjaga lingkungan hidup itu sendiri. Sehingga sastra yang saya maksud disini
salah satu nya karya sastra dan ajakan dalam orasi.
Karya
sastra dapat berfungsi sebagai media katarsis. Aristoteles seorang filsuf dan
ahli sastra menyatakan salah satu fungsi sastra adalah sebagai media katarsis
atau pembersih jiwa bagi penulis maupun pembacanya. Bagi pembaca, setelah
membaca karya sastra perasaan dan pikiran terasa terbuka, karena telah
mendapatkan hiburan dan ilmu (tontonan dan tuntunan). Begitu juga bagi penulis,
setelah menghasilkan karya sastra, jiwanya mengalami pembersihan, lapang,
terbuka, karena telah berhasil mengekspresikan semua yang membebani perasaan
dan pikirannya.
Karya
sastra yang dipilih sebagai bahan pemberi pengaruh cinta lingkungan adalah
karya sastra yang berkualitas, yakni karya sastra yang baik secara estetis dan
etis. Maksudnya, karya sastra yang baik dalam kontruksi struktur sastranya dan
mengandung nilai-nilai yang dapat membimbing masyarakat menjadi manusia yang
baik. Manusia baik lahir tidak hanya karena nasihat melalui kata-kata, namun
manusia baik dapat juga terlahir melalui tulisan yang memiliki daya pengaruh
terhadap pembaca.
Menurut
analisis saya, tatkala sastra dijadikan satu alat untuk memberikan pengaruh
kepada masyarakat agar mencintai lingkungan menjadi langkah yang tepat. Kita
dapat membayangkan ketika semua orang sadar akan petingnya lingkunga hidup.
Maka, melalui karya tulis yang mereka baca lahirlah sebuah gejolak dalam jiwa
untuk tidak melakukan hal bodoh yakni merusak lingkungan. Satu perkataan yang
menyentuh hati menyebutkan bahwa “Apakah jika pohon terakhir akan ditebang, dan
mata air terakhir berhenti mengalir, baru saat itulah manusia sadar bahwa uang
tidak dapat dimakan dan diminum.” Inilah satu perkataan yang memang dibenarkan
kebenarannya.
Kita
dapat membayangkan ketika lingkungan hidup ini tidak dijaga dengan baik. Banyak
sekali dampak dari itu semua yaitu dampak kesehatan dan keberlangangsungan
manusia. Padahal, kita mengetahui bahwa Tuhan menyerahkan dunia ini kepada
manusia untuk dikuasai bukan dieksploitasi. Keserakahan manusia merupakan satu
penyakit kronis yang terkadang menghampiri. Dengan keserakahan, kita bertindak
merusak alam yang berarti juga kita merusak diri sendiri, karena manusia adalah
bagian dari alam.
Penggunaan
sastra sebagai cakra melalui karya sastra dan ajakan dalam orasi orang
berpengaruh dirasa dapat lebih cepat memberika pengaruh terhadap masyarakat
untuk tetap mencintai lingkungan. Karena satu keyakinan yang harus tertanam
disini adalah kita tidak mewarisi bumi ini dari nenek moyang kita, kita
menjaminnya dari anak cucu kita, maka hal utama yang harus dilakukan yakni
mengembalikannya secara utuh. Manusia harus bersahabat dengan alam, jika tidak
ingin menerima penderitaan.
Lahirnya
konsep ini memberikan satu angin segar terhadap lingkungan hidup yang memang
harus kita jaga. Gagasan ini menjadi satu langkah pasti untuk menapaki ribuan
kilo perjalanan dalam memberi pengaruh cinta lingkungan. Manusia memang
memiliki karakter buruk sebagai perusak alam. Namun, manusia juga memiliki
karakter baik yang memang harus diterapkan melalui penggunaan sastra dalam
mewujudkan itu semua. Dengan optimisme tinggi, saya yakini bahwa menjadikan
sastra sebagai cakra, menembus kepala jutaan jiwa dalam satu langkah menjaga
lingkungan untuk peradaban akan terwujud. Dukungan dari semua pihak sangat
dibutuhkan disini terutama dari masyarakat sebagai sasaran utama. (Teguh)
DAFTAR
PUSTAKA
Dudung (2015), “Pengertian Sastra Menurut 15 Ahli dan
KBBI”, http://www.dosenpendidikan.com/pengertian-sastra-menurut-15-para-ahli-dan-kbbi/
diakses 19 April 2016.
Nurjanah, Rina (2015) “Benarkah
Indonesia Dijajah Selama 350 Tahun?”, http://citizen6.liputan6.com/read/2292961/benarkah-indonesia-dijajah-selama-350-tahun
diakses 2016
Rahman, Ade. (2014) 9 kata
mutiara lingkungan hidup penuh makna http://katakata-mutiara.com/kata-mutiara-lingkungan-hidup.html diakses 18
Juni 2016.
Saefullah, Saad (2013) “Kutipan islami” https://www.islampos.com/65174-65174/
diakses 24 April 2016.
No comments:
Post a Comment