ESSAI: Mahasiswa Pembangun Negeri - GEMERCIK MEDIA

Breaking

Thursday 25 August 2016

ESSAI: Mahasiswa Pembangun Negeri

Derit Pembangunan Negeri


“Turunkan harga BBM! Hidup rakyat Indonesia!”


Teriakan-teriakan semacam terus berdentuman di tengah hari pada bulan April tahun kemarin. Sejumlah mahasiswa tumpah ruah ke jalanan dengan tangan yang mengepal dan spanduk berisikan kutipan aspirasi, menentang kebijakan pemerintah mengenai penaikan harga BBM yang dinilai akan sangat membebani rakyat. Alih-alih menyampaikan suara rakyat, mahasiswa bertitel aktivis tersebut justru membuat banyak masyarakat berdengus kesal. Pasalnya, aksi demonstrasi mahasiswa dituduh sebagai penyebab kemacetan dan hanya membuat bising saja. Apalagi jika aksi anarkis sudah mulai timbul, maka tak segan-segan cercaan dan kutukan terlontar dari rakyat anti-demonstrasi. Mereka menilai perbuatan mahasiswa tersebut hanya membuang-buang waktu saja, “Pemerintah juga punya rencana yang baik. Belajar aja yang bener, supaya nanti jadi DPR baru turunin harga BBM!” Begitu kira-kira ‘nasihat’ mereka.

Di samping para anti-demonstrasi, terdapat pula rakyat yang justru pro akan aksi yang dilakukan mahasiswa tersebut. Mereka beranggapan bahwa kerja keras mahasiswa tersebut bukan membuang waktu, melainkan menyumbangkan waktu demi menyampaikan suara rakyat. Rakyat tipe ini sangat percaya akan intelektualitas mahasiswa sehinggga mereka menilai mahasiswa layak untuk melakukan berbagai aksi demonstrasi. Mahasiswa tidak melulu mengejar IP tinggi, melainkan juga perlu mengaplikasikan pengetahuan akademisnya demi kepentingan rakyat, kalau perlu menjadi garda terdepan dalam penyampaian jeritan masyarakat. Mereka berkicau tidak logis kalau masih ada yang beranggapaan bahwa gerakan mahasiswa merupakan ancaman bagi suatu negara dan penguasa. Penguasa tidak perlu mencurigai setiap gerakan mahasiswa, karena hal tersebut sudah merupakan bagian dinamisasi perjalanan demokrasi. Gerakan mahasiswa merupakan bagian dari gerakan pendesak yang pada negara demokrasi termasuk Indonesia haruslah dijunjung tinggi. Dengan adanya kelompok pendesak ini penguasa akan lebih bersikap bijaksana dan adil.

Berbagai pro kontra timbul, mahasiswa masih tak gentar dengan aksi yang dinamai gerakan mahasiswa tersebut. Mereka berdalih bahwa negara kita adalah negara demokrasi, yang mengedepankan suara rakyat bahkan rakyat menjadi pemegang kedaulatan. Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 dengan gamblang menjelaskan bahwa negara menjamin kebebasan rakyat untuk berekspresi. Hal ini kemudian diperkuat oleh Undang-Undang nomor 9 tahun 1998 yang mengatur tentang kemerdekaan dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Pondasi tersebut diklaim oleh mahasiswa berasal dari sebuah mandat sosial yang telah rakyat berikan. Terlebih lagi status kemahasiswaan mereka mendorongnya untuk berperan sebagaiman mestinya. Adapun peran mahasiswa yaitu sebagai agen perubahan, kontrol sosial, generasi penerus, dan penjaga stabilitas moral, yang kesemuannya memang harus dilakukan untuk pembangunan negerinya. Salah-satu cara yang mereka lakukan adalah melakukan gerakan mahasiswa yang biasa dikenal sebagai demonstrasi.

Menurut Hussain Muhammad (1986) gerakan mahasiswa termasuk gerakan yang digolongkan kepada gerakan sosial. Gerakan sosial itu sendiri adalah pelaku yang secara budaya terlibat dalam konflik sosial atau politik, bertujuan dengan strateginya memiliki hubungan sosial dan rasionalitas. Sebagai gerakan sosial, gerakan mahasiswa merupakan gerakan yang berusaha untuk menggerakkan golongan mahasiswa maupun masyarakat secara kolektif. Sepanjang sejarah, gerakan mahasiswa selalu mengambil peran penting dalam setiap perubahan dalam pembangunan negeri. Seperti yang telah kita maklum, bagaimana mahasiswa universitas Trisakti meruntuhkan kepemimpinan presiden Soeharto yang pada saat itu dinilai tidak benar. Hal tersebut menunjukkan bagaimana pentingnya peranan mahasiswa dalam pembangunan negeri melewati gerakan mahasiswa. Namun perlu diakui bahwa mahasiswa juga manusia yang tidak selamanya benar, tapi gerakan tersebut sedikitnya telah memberikan gambaran dan menyampaikan nurani rakyat.

Namun, berbagai aksi demonstrasi mahasiswa yang berdalih pada pembangunan negeri memang tak jarang berujung kekerasan. Baku hantam dengan polisi menjadi kejadian lazim saat mahasiswa berdemo, bahkan tak jarang masyarakat sekitar juga kena imbas dari aksi anarkis mahasiswa yang ironisnya mereka katakan sebagai bentuk gerakan pro rakyat. Hal tersebut tentu malah membuat simpati rakyat menghilang dan lekatlah julukan pembawa onar kepada para mahasiswa yang berdemo. Anarkisme, tawuran, dan kekerasan-kekerasan lainnya jelas tidak sinkron dengan nilai-nilai luhur yang tersemat pada mahasiswa dengan berbagai perannya. Akibat dari tindakan-tindakan amoral tersebut, tidak jarang isu substansi demonstrasi yang diusung oleh mahasiswa menjadi buram di mata rakyat hingga membentuk persepsi buruk. Jerih payah mereka dalam memperjuangkan kebenaran pun menjadi timpang dengan hal yang diberitakan oleh media.

Seperti yang terjadi di Makassar beberapa waktu yang lalu, warga jengkel dengan ulah para pendemo dan akhirnya terjadi bentrokan antar warga dan mahasiswa pendemo tersebut. Jika dilihat dari contoh tersebut, sepertinya argumen pendemo membela kepentingan rakyat dipertanyakan, karena pada kenyataannya rakyat justru membenci para pendemo. Bahkan akibat fenomena tersebut ada dugaan bahwa warga yang mereka perjuangkan bukanlah rakyat biasa, melainkan para pelaku partai politik yang getol melakukan kaderisasi di dunia kampus. Partai politik tersebut bahkan sudah bisa masuk birokrasi kampus, karena kebanyakan dari mahasiswa yang sudah dikader bukanlah mahasiswa biasa, melainkan mahasiswa yang punya posisi strategis di kampus seperti para aktivis. Namun itu hanya opini yang dikaitkan berdasarkan realitas yang ada. Masih banyak pula mahasiswa yang tulus menyampaikan aspirasi rakyat yang sudah seharusnya dilakukan.

Opini tinggallah opini. Demi menjaga ketentraman rakyat, mahasiswa juga harus menaati perundang-undangan yang berlaku. Tidak hanya itu, moral juga perlu dijaga, jangan sampai lepas dari etika. Masyarakat mendambakan para pendemo yang dapat menjaga keamanan dan ketentraman mereka. Ada beberapa hal yang diharapkan oleh para masyarakat dari para mahasiswa yang hendak berdemo, diantaranya:


  1. Menjaga kebersihan dan meminimalisir sampah.
  2. Kreatif dalam menyampaikan suara rakyat dan solusinya.
  3. Ramah pada sekitar.
  4. Kolaborasi dari banyak pihak.
  5. Mengatasnamakan rakyat, dalam artian para mahasiswa benar-benar menyampaikan apa yang rakyat ingin sampaikan. Bukan atas arahan dari partai politik yang belum tentu rakyat mengiyakan.
  6. Aksi yang akan dilakukan mahasiswa telah mendapat ‘restu’ dari masyarakat.

Demonstrasi adalah produk demokrasi. Meski sering membuat macet dan menambah kesal, demonstrasi adalah tanda masyarakat bisa menyuarakan pendapatnya tanpa takut dibungkam oleh para pemimpin diktator. Gerakan mahasiswa yang berbasis pada kekuatan moral yang diembannya sebagai cermin dari orang berpendidikan merupakan cara yang tepat untuk menyampaikan aspirasi demi pembangunan negeri kalau saja dilakukan sebagaimana mestinya.

Mahasiswa merupakan engsel dari pintu pembangunan negeri. Adapun deritnya dapat mengganggu orang-orang yang mendambakan ketenangan. Tapi terkadang derit tersebut justru membuat orang lebih waspada akan apa yang akan masuk melewati pintu tersebut. Ada cara supaya derit pintu pembangunan tidak lagi menganggu ketenangan rakyat. Dengan pelumas berupa polesan moral dan kreatifitas, engsel pintu pembangunan negeri ini akan dapat bekerja dengan baik tanpa membuat derit kegaduhan yang berarti. Para engsel pintu pembangunan negeri! Mari gerakkan pintu pembangunan negeri tanpa membuat orang terganggu dengan derit kita!

(Dari berbagai sumber)




ESSAY MAHASISWA PEMBANGUN NEGERI INI MERUPAKAN KIRIMAN DARI MAHASISWA BARU, AGHY KHOIRUNNISA.

Kirimkan karyamu untuk dimuat di blog Pers melalui e-mail redaksi.persmaunsil@gmail.com .

"Menulislah, maka kau akan hidup selamanya."


1 comment: