Pernahkah kita berpikir, dari kurang lebih 365 hari
dalam setahun kenapa harus tanggal 10 November yang dijadikan sebagai hari
pahlawan. Lalu bagaimana dengan hari hari yang lain? Sebenarnya apa sih yang terjadi pada 10 November di
masa lalu?
Sedikit mengutip dari www.szaktudas.com
mengenai sejarah hari
pahlawan tanggal 10 November. Dahulu kala, saat umur kemerdekaan Indonesia
masih seumur jagung, di hotel Yamato, kota Surabaya yang kita kenal sebagai
Kota Pahlawan ini menjadi salah satu saksi bisu tentang sikap sewenang-wenang
yang dilakukan oleh masyarakat Belanda pimpinan Mr. Ploegman. Mereka telah
berhasil menyulut amarah warga kota Surabaya. Betapa tidak? Mereka mengibarkan
bendera kebangsaan Belanda di puncak hotel Yamato padahal saat itu status
Negara Kesatuan Republik Indonesia ini sudah merdeka.
Sikap mereka ini dinilai sudah
menghina kedaulatan bangsa Indonesia dan kemerdekaan Indonesia yang sudah diproklamirkan
padan 17 Agustus 1945. Dengan rasa persatuan dan nasionalisme warga Indonesia
ini, maka pada akhir bulan Oktober 1945 terjadilah peperangan antara warga
Indonesia dengan para tentara Inggris yang membuat tentara Inggris ini
kewalahan. Padahal saat itu warga Indonesia hanya menggunakan senjata seadanya
berupa bambu runcing. Tetapi dengan senjata yang sederhana itulah, bisa
mengantarkan Indonesia menuju kemenangan, tentu saja atas dasar nasionalisme
dan cinta tanah air.
Suatu hari, masih pada akhir bulan
Oktober 1945 tepatnya pada tanggal 29, terjadilah puncak dari serangkaian
bentrokan yang dilakukan antara warga Indonesia dan tentara Inggris, karena
pada saat itu pimpinan tentara Inggris untuk daerah Jawa Timur, yakni Brigadir
Jendral Mallaby terbunuh.
Akhirrnya di pagi 10 November 1945,
tentara Inggris melakukan aksi yang disebut Ricklef
pada setiap pojok kota Surabaya. Pertempuran ini tentu saja dibalas pertahanan
yang dilakukan oleh seluruh penduduk kota Surabaya. Pasukan Inggris ini dapat
menduduki kota hanya dalam waktu 3 hari serta menewaskan sekitar 6000 warga
Indonesia.
Sumarsono, selaku mantan gerakan PRI
(Pemuda Republik Indonesia) yang juga turut andil dalam peristiwa tersebut-lah
yang memberi usul kepada Presiden Soekarno untuk menjadikan tanggal 10 November
sebagai Hari Pahlawan.
Dalam peristiwa ini, terlihat
seberapa besar usaha dan perjuangan para pahlawan bangsa dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Nilai kepahlawanan tercanang pada sebuah perjuangan
menghadapi agresi militer, dan guna memobilisasi kepahlawanan dengan
militeristik yang sangat erat kaitannya dengan perang dan senjata.
Sekarang muncul lagi satu
pertanyaan. Di masa sekarang ini, dimana perang tidak lagi terjadi dan Indoesia
sudah benar-benar merdeka, masih adakah mereka yang disebut sebagai Pahlawan?
Pahlawan itu adalah diri kita
masing-masing. Pribadi kita dengan segala hal yang sekarang ini kita jalani.
Jika kita adalah seorang pelajar, maka perangilah rasa malas dalam menuntut
ilmu dan bekerja keras untuk dapat meraih suatu ilmu. Bukan dengan senjata,
bukan dengan bambu runcing, bukan juga dengan alat-alat yang serba canggih.
Tetapi dengan niat yang terpatri dalam hati kita dan action atau usaha, pergerakan, perilaku kita untuk melawan
kebodohan, demi Indonesia yang lebih baik. Begitu pula jika kita sebagai
mahasiswa, jadilah mahasiswa yang aktif, bukan dengan demo yang rutin dan
hal-hal yang cenderung anarkis lainnya. Melainkan dengan sikap dan pemikiran
kita yang benar-benar sebagai agent of
change. Change to be better of
Indonesia!
Created
by. Della Karomatus Sa’diyah
Pendidikan
Geografi-2015
No comments:
Post a Comment