Sebuah
universitas itu terbayangkan dalam benak seorang Maba ialah kampus yang bersih,
rapi, dan bebas rokok. Nyatanya semua itu bukanlah hal mudah untuk dilakukan
terutama masalah kebersihan. Meskipun semua orang tahu terutama yang muslim
bahwa kebersihan itu sebagian daripada iman. Namun, dalam kenyataannya orang
hanya mudah dalam hal bicara dan sulit mempraktikkan hal benar yang ia
bicarakan.
Di
Unsil, suatu kampus yang masih muda menyandang status “Kampus Negeri”
kebersihan seperti kurang terperhatikan, apalagi dalam masalah rumput. Unsil
memang termasuk kampus yang green karena banyak pepohonan di sekitar kampus.
Namun, ada satu hal yang mungkin tak dihiraukan yaitu mengenai rumput. Rumput
memang sangat indah bila dia berada di suatu gunung, tapi akan sangat tidak
indah bila rumput merajalela di taman kampus terlebih rumput-rumput yang
tinggi. Hal ini benar adanya, di Unsil rumput sungguh menjadi sesuatu yang
mengganggu penglihatan di kampus yang green tersebut.
Rumput-rumput itu tumbuh
liar di taman terutama taman yang di depan. Rumput tinggi tersebut sungguh
menghalangi pemandangan dank arena rumput itu prasasti sejarah yang ada di
taman pun menjadi tak terlihat, terbengkalai begitu saja. Tamanpun tak terlihat
seperti taman, lebih tepatnya seperti “leuweung” dan seharusnya bagian depan
itu menarik. Karena orang itu akan
melihat sesuatu itu dari depannya, dari bungkusnya, tak mungkin langsung
melihat ke dalam. Pernyataan bahwa taman Unsil tak seperti taman itu
berdasarkan wawancara kami dengan beberapa mahasiswa baru pada beberapa waktu
lalu, sekitar 3 minggu yang lalu.
Apa
yang dirasakan seluruh mahasiswa ketika melihat pemandangan tersebut? Bagaimana
tanggapan para pejabat kampus melihat semua itu? Apakah rumput memang dianggap
sesuatu yang gampang? Nyatanya tidak! Rumput-rumput itu dibiarkan lalu akhirnya
tumbuh tinggi menghalangi dan merusak keindahan taman.
(Rostikasari)
No comments:
Post a Comment