SASTRA MUDA
Sebuah Bunga
Kenangan
Siang itu sebuah
awan gelap menutupi sinar mentari yang ingin berbagi keceriaanya.Terlihat di
ujung pandangan seorang lelaki yang menyendiri dan menulis di kertas kecilnya.
Sebut saja nama lelaki itu adalah abi...
Pencil yang
berwarna biru menari-menari diatas kertas kosong dan menghasilkan gambar
sesosok wanita yang cantik, disebelah gambar itu tertulis nama
"andin". Ketika abi sedang asyiknya melukiskan apa yang dirasakannya,
tiba-tiba seorang teman datang menghampirinya, "lagi apa lo sob?",
tanya seorang teman yang bernama rudi. Tapi abi tak menjawab dan hanya
menggerakkan jadinya diatas kertas itu. Rudi bingung melihat sobatnya tak
seperti biasanya. "Kenapa lo?", tanya rudi lagi. Dari diam seribu
bahasa, akhirnya abi menjawab pertanyaan rudi dengan kata-kata yang sangat
singkat, "ga ada apa-apa sob". Mendengar jawaban dari abi, rudi
langsung terdiam dan mencoba untuk mencari tahu apa yang di pikirkan oleh abi,
dia pun lalu melihat sebuah kertas kecil milik abi, "ou jadi si andin yang
buat lo kaya' gini". Abi lalu melihat ke arah rudi, "bukan-bukan dia,
tapi gua sendiri yang buat gua kaya' gini", jawab abi.
Hari semakin
gelap, perhalan rintik-rintik air kecil jatuh ke bumi dan membasahi tanah dan
rerumputan yang sudah mengering. Tak ada satupun orang yang terlihat di halaman
kampus itu, tapi masih terdengar suara riuh dan ramai di dalam
ruangan-ruangannya. Terlebih lagi sebuah ruangan yang menjadi markas dari
anak-anak pecinta alam. "Haahaahahaha...jadi si cupu itu nembak lo andin?
ga nyadar diri apa dia!!!", "Hus lo jangan ngomong gitu donk Lus,
ntar si andin ngambek lagi gebetannya dihina huahauahua!!!". Begitu
kata-kata teman andin kepada andin yang bernama ratih dan lusi, begitu
bahagianya mereka menghina sahabat mereka sendiri, yaitu andin. Andin kemudian
menjawab kata-kata mereka, "Pd bener tuh si cupu!!!, ga ngaca
dia!!!", jawab andin. Wah ternyata andin juga tak jauh berbeda dengan
teman-temannya. Memang siapa yang mereka katakan cupu?, mungkin itu yang kita pikirkan,
tiba-tiba mereka berkata lagi "eh lihat tuh si cupu datang!!!", kata
teman-teman andin ketika melihat abi menghampiri andin. Ou jadi abi yang mereka
maksud dengan sicupu!!!.
Malam itu
keheningan dan sepi dirasakan oleh abi, tak ada seorang pun yang mengerti apa
dirasakannya, termasuk nyanyian jangkrik yang seakan menghina dirinya seperti
yang dilakukan andin dan teman-temannya. Hanya cahaya rembulan yang redup
mencoba untuk menghibur kesunyian abi, sinarnya seakan membatu abi menulis di
kertas kecilnya. Ya memang abi selalu mencurahkan isi hatinya pada sebuah
kertas kecil itu, seakan hanya kertas itulah tempatnya berbagi.
Esok hari
mentari begitu cerahnya menerangi angkasa, suasana terlihat begitu bahagianya
di kampus itu, tapi tidak dengan abi yang selalu terdiam sendiri semenjak dia
menyatakan perasaannya kepada andin. Namun abi tak seakan tak pernah putus asa,
dia lalu mendatangi andin lagi. Perlahan ia melangkahkan kakinya untuk menemui
seorang yang sangat dicintainya, matanya seakan terus mencari dan melihat
keberadaan andin, hingga akhirnya ia melihat andin sedang bercanda gurau dengan
teman-temannya.
"Hai
ndin,...maaf aku nganggu kamu lagi...", kata abi. Tapi lagi-lagi mereka
menjawab dengan sombongnya, "mau apa lo kesini lagi!!! dasar ga punya malu
lo ya!!!, eh lo kalau lo benar suka ama andin, lo harus buktiin ke
kita-kita!!!, kata ratih. "Emang gimana cara aku buktiin kalau aku
benar-benar sayang ke andin?", jawab abi. "Lo bisa ga ngambil bunga
kesukaan andin?, kaya'nya lo ga bisa deh...lo kan cupu!!!", tanya ratih
lagi dengan ketus. "Apa bunga yang kamu suka ndin?", tanya abi kepada
andin. "Bunganya tu edelwis, tapi harus yang dari tempatnya!!! bisa
ga?!!!", kata lusi dengan sombongnya. "Benar kamu suka
edelwis?", tanya abi lagi kepada andin. Andin hanya menjawab pertanyaan
abi dengan senyum di wajahnya. Entah apa arti dari senyum itu, apakah sebuah
senyum yang tulus atau kemunafikan.
Abi seakan
senang dengan tantangan dari andin dan teman-temannya itu, ia lalu pergi
menemui rudi. Dan dia menceritakan apa yang dikatakan andin dan teman-temannya
kepadanya, mendengar hal ini rudi sangat terkejut dan berkata "wah gila lo
sob, ampe segitunya banget...cewekkan ga cuma dia doank, lagian lo kan belum
pernah daki gunung, kita ga tahu keadaannya gimana". "Gua mohon sob,
ga ada lagi orang yang bisa bantu gua", kata abi. Rudi lalu terdiam
sesaat, dan kemudian berkata, "hmmm...ok karena lo yang minta, tapi sekali
ni aja ya". Terlihat senyum di wajah abi, pertanda ia sangat bahagia
mendengar jawaban dari rudi. "Kapan kita berangkat?, tanya rudi.
"Besok aja haahahah....", jawab abi. "Gila lo hehehehe...",
kata rudi.
Sementara itu di
tempat andin dan teman-temannya, terdengar tawa yang begitu
kerasnya..."hahahaha....mana mungkin si cupu itu bisa ngambil bunga
edelwis", "tapi gimana kalau bisa?", kata andin. "Ya
berarti lo harus pacaran ama dia donk hahahhaa!!!!", sindir ratih. Ketika
mereka sedang asyiknya tertawa, tiba-tiba lusi mendatangi mereka dan langsung
berkata "eh teman-teman, tadi gua dengar kabar kalau abi dan temannya bakal
berangkat ngambil bunga edelwis, wah berani juga gebetan lo din
haahahaha", kata lusi sambil tertawa. "Gua yakin dia ga bakal
bisa...", kata andin menjawab perkataan teman-temannya sambil tersenyum
kecil.
Hari-hari
berlalu, sudah harmpir 5 hari semenjak abi dan rudi pergi mengambil edelwis.
Tidak ada lagi seorang lelaki yang menggangu andin, begitu yang dipikirkannya,
mungkin ia merasa tenang dengan tantangan yang diberikannya kepada abi,
sehingga membuat abi tak lagi mendatanginya. "Eh gimana kabar gebetan lo
ndin?", tanya lusi. "Iya nih, udah lima hari, kayak'nya dia
gagal...mana mungkin dia bisa ngambil bunga edelwis, dia belum pernah daki
gunung kan!!", balas ratih. Tapi tiba-tiba mereka melihat rudi sedang
berjalan ke arah mereka. "wah guys tu sobatnya si cupu,,,kaya'nya dia
kesini", kata ratih. Rudi berjalan dengan perlahan mendekati andin dan
teman-temannya.
"Mana sobat
lo sicupu?", kata ratih dengan tawanya. "Eh diam lo, gua ga butuh
ngomong ama lo, gua cuma mau ngomong ama andin", jawab rudi. "Eh lo
jangan ketus gitu ya...emang benar kok teman gua, mana sobat lo si abi
cupu!!?", balas andin.
"Wah
ternyata dugaan gua benar, lo tu sama sekali ga cocok buat teman gua!!!",
jawab rudi. "Eh lo suruh sobat lo ngaca ya!!!, tampang minus gitu sok
amat!!!", kata andin lagi. Ketika mereka sibuk beradu kata, rudi lalu
menunjukkan sebuah bunga kepada andin. "Nih bunga yang lo minta, jangan
kira abi ga bisa ngambilnya, lo harusnya bangga punya seorang yang benar-benar
sayang ke diri lo!!!, lo pikir teman-teman lo ini lebih baik dari abi?, asal lo
tahu mereka ngomongin lo dibelakang", kata rudi dengan marah.
Teman-teman
andin lalu terdiam, dan seakan malu dan langsung meninggalkan andin dan rudi.
Andin pun terkejut melihat tingkah teman-temannya itu, dan lalu berkata lagi
kepada rudi, "maafin gua, tapi gua benar-benar ga ada niat untuk nyakitin
abi". Rudi lalu menjawab kata-kata andin, "mending lo minta maaf aja
langsung ke abi", kata rudi dengan mata yang berkaca-kaca. "Mana abi,
gua mau ngomong ama dia", tanya andin. Rudi terdiam sesaat dan perlahan
air mata jatuh dari matanya yang berkaca-kaca, lalu ia berkata dengan bibir
yang bergetar "lo udah terlambat din, cuma bunga ini yang dititipkan abi
ke gua sebelum...". Tapi andin langsung memotong perkataan rudi,
"emang abi kenapa?",..."Abi...abi...", kata rudi yang lalu
terdiam. "Abi kenapa!!!!?", kata andin sambil berteriak. "Abi
kecelakaan ketika kami akan turun gunung, dan abi ga tertolong...gua tahu lo ga
suka ama abi, gua mohon maafin kesalahan dia, dan tolong terima bunga ini, lo
tahu,,,abi bahagia banget ketika bawa bunga ini, cuma bunga ini yang
dipikirkannya, dan cuma lo nama terakhir yang diucapkannya ketika nafas
terakhirnya...", kata rudi sambil menangis.
Andin hanya
terdiam, dan terdiam. Terlihat tetesan air mata jatuh bagaikan bersayap dari
matanya. Apakah andin menyesali apa yang telah dilakukannya?,,,dan apakah andin
merasakan kehilangan seorang yang benar-benar menyayanginya?..."Maafin aku
abi", kata andin sambil mencium sebuah bunga kenangan itu.
The End...
No comments:
Post a Comment