JEPRET
MEMAKSIMALKAN CAMERA SAKU (POCKET DIGITAL CAMERA) UNTUK PHOTOGRAPHY
Selain itu hasil pemotretan dengan kamera saku secara umum tidaklah sebagus hasil pemotretan dengan "kamera serius" yang dipegang kaum profesional. Namun apakah mutu dan kemampuan kamera saku tidak bisa sebaik "kamera serius"?
Di dalam tas kerja beberapa fotografer terkenal, umumnya juga ditemukan kamera saku di samping kamera-kamera RLT (refleks lensa tunggal) profesional lain yang mahal. Misalnya dalam tas kamera David Turnley, fotografer Detroit Free Press saat ditugasi meliput Rusia beberapa waktu lalu, juga terdapat sebuah kamera saku di samping empat buah Nikon F-4 dan dua Leica M-6.
Peranan kamera saku bagi para fotografer atau wartawan profesional adalah sebagai kamera cadangan. Pengertian cadangan ini bisa dalam dua arti, yaitu bila kamera utama tidak berfungsi atau memang betul-betul sebagai pengganti. Dengan ukurannya yang kecil dan ringkas serta bobotnya yang ringan, kamera saku sering menjadi ujung tombak pada liputan-liputan "berat" seperti di medan perang atau di tempat-tempat yang mengharuskan seorang fotografer "mencuri" gambar akibat dilarang memotret.
Selain itu, kamera saku sudah tercatat mampu menghasilkan foto yang meraih hadiah Pulitzer yaitu hadiah jurnalistik tingkat dunia. Ini dibuktikan tahun 1954 oleh Virginia Schau di California, AS. Saat itu Virginia sedang berpiknik dengan beberapa temannya saat melihat sebuah kecelakaan truk besar. Moncong truk tergantung ke luar pagar jembatan dan nyaris tercebur ke sungai, sementara badan truk yang dibebani sebuah kontainer cukup besar bertengger labil. Sang pengemudi truk dengan bergantung pada sebuah tali, berusaha naik menyelamatkan diri ke atas jembatan. Adegan inilah yang diabadikan Virginia.
Foto karya Virginia yang fotografer amatir itu secara teknis buruk karena di samping mutu lensanya tidak terlalu bagus, filmnya pun sudah kadaluarsa. Namun isi fotonya sangatlah "berbicara", sangat dramatis. Sebuah kamera saku Kodak Brownie telah membawa Virginia Schau menjadi wanita pertama yang meraih hadiah Pulitzer.
Dalam dunia foto jurnalistik, mutu teknis sebuah foto sering menjadi nomor dua karena isi fotolah yang utama. Bagi wartawan atau fotografer profesional, kamera saku bukanlah kamera kacang. Kamera saku merupakan salah satu perlengkapan kerja dengan segala sifatnya.
Kalau dipakai dengan benar, kamera saku sebenarnya bisa menghasilkan gambar yang tidak mengecewakan. Bahkan dalam kasus tertentu, mutu foto yang dihasilkan kamera saku bisa menyamai foto yang dihasilkan kamera lensa tunggal profesional.
***
BAGAIMANA peranan kamera saku bagi para penggemar fotografi amatir? Walau belum didata, kalau mau jujur sebenarnya kamera yang paling banyak terjual adalah kamera saku. Pembelinya umumnya orang- orang yang ingin mengabadikan sebuah piknik atau pesta ulang tahun, namun cuma punya dana sedikit. Atau orang-orang yang cuma ingin memotret tanpa mau mengeluarkan biaya terlalu besar.
Dengan pemakaian yang benar, kamera saku sebenarnya bisa menghasilkan foto yang tidak terlalu mengecewakan. Pemakaian yang benar ini perlu sebab dengan keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya, kamera saku memang amat dipengaruhi pada siapa pemakainya dan bagaimana menggunakannya.
Hal pertama yang harus diingat adalah, sekali lagi kamera saku adalah kamera yang dirancang untuk dipakai dengan mudah. Ia direncanakan untuk dipakai bahkan oleh orang-orang yang sama sekali tidak menguasai teknik fotografi tingkat dasar pun.
Memang saat ini, kamera saku pun telah memasuki era autofocus, dan juga dengan lensa yang bisa diubah-ubah panjang fokusnya (zoom). Namun bagaiman pun, kamera saku tetap dirancang untuk dipakai dengan mudah.
Kalau Anda memiliki sebuah kamera saku dan mengakui tidak memiliki pengetahuan fotografi layak, hal pertama yang harus diingat adalah pakailah hanya film negatif dengan kepekaan ISO 100, ISO 200 atau ISO 400 untuk kamera saku.
Kamera saku memang terutama direncanakan untuk dipakai memotret dengan film negatif yang akomodatif terhadap kesalahan pencahayan dalam pemotretan. Dengan mutu film yang ada di pasaran saat ini, kelebihan atau kekurangan pencahayaan pada film yang tidak terlalu besar masih bisa dikoreksi saat pencetakan foto dilakukan.
Janganlah bermimpi untuk memotret dengan film positif (slide) ber-ISO 25 dengan kamera saku. Bisa, memang bisa, namun itu ibarat mau mengecat mobil namun memakai kuas cat tembok.
Kamera saku sekali lagi dirancang untuk pemakaian praktis dan mudah, dan dengan film yang mudah didapat pula.
***
SELAIN itu, saat ini kamera saku terbagi menjadi tiga kelas. Kelas pertama adalah kamera saku paling sederhana yang semua perlengkapannya tidak bisa diubah-ubah setelannya. Kamera saku jenis ini adalah yang paling murah, dan di Indonesia harganya berkisar antara Rp 50 ribu sampai Rp 200.000.
Dengan tidak adanya bagian kamera yang bisa diubah setelannya, sang pabrik telah mendesain agar si kamera dapat adaptif terhadap berbagai kondisi cahaya dan berbagai jarak pemotretan.
Sebagian besar kamera saku tipe termurah ini mempunyai ketajaman gambar terbaik pada jarak pemotretan (jarak obyek dan pemotretnya) sekitar 1,5 sampai 2 meter.
Di luar jarak itu, mutu gambar memang masih bagus terutama kalau cuma untuk dicetak sebesar kartu pos saja. Namun hasil optimal pemotretan adalah pada jarak ideal tadi.
Dengan kondisi umum yang ingin dicapai sebuah kamera saku murah ini, bisa dimaklumi pula kalau kecepatan rana yang dimilikinya tidaklah terlalu besar.
Hasil buruk, yaitu obyek buram, yang dicapai pada pemotretan dengan kamera saku umumnya timbul dari camera shake atau getaran pada kamera saat tombol ditekan.
Saat akan menekan tombol, sang pemotret harus yakin kameranya sama sekali tidak berpindah tempat atau bergetar sedikit pun sampai suara "ceklek" berakhir.
Kesalahan lain pada pemakaian kamera saku adalah kacaunya gelap terang pada foto yang tercetak. Kesalahan ini timbul karena obyek yang dipotret mempunyai berbagai gradasi kecerahan, misalnya memotret orang dalam rumah dengan latar belakang halaman terang benderang.
Pencahayaan pada kamera saku akan mengukur bagian yang terang, sehingga obyek yang lebih gelap dari sekelilingnya akan menjadi gelap sama sekali. Memotretlah keadaan-keadaan yang mempunyai kecerahan cahaya rata.
Jenis kamera saku kedua dan ketiga, serta berbagai kiat ? lain akan dibahas Minggu depan.(arbain aw rambey)
- JANGAN TERBURU-BURU SAAT MEMOTRET
MINGGU lalu telah disinggung cara pemakaian kamera saku jenis pertama yaitu kamera yang sama sekali tidak bisa diubah setelannya, atau kamera yang tinggal bidik dan jepret saja. Tulisan ini merupakan lanjutannya.
Kamera saku jenis kedua adalah kamera saku otofokus (auto focus) atau kamera yang mempunyai kemampuan menajamkan imaji objek yang akan kita pilih, secara otomatis. Lensa yang terpasang pada kamera ini mampu mengubah-ubah jarak penajamannya sendiri. Jenis ini umumnya ditandai dengan tulisan "AF" pada badan kameranya yang merupakan singkatan Auto Focus.
Pada saat akan dipakai memotret, yaitu saat tombol mulai ditekan, kamera mengeluarkan sinyal (sering berupa sinar infra merah) yang tidak terlihat mata manusia. Sinyal ini lalu dipantulkan oleh obyek yang akan difoto dan pantulannya diterima kembali oleh kamera. Dari pantulan inilah kamera tahu jarak penajaman yang harus dipilihnya.
Pemotretan dengan kamera saku AF yang menghasilkan gambar buram (tidak fokus) terjadi karena pemotret terlalu terburu-buru saat menekan tombol. Kamera belum sempat menyesuaikan diri, jepretan telanjur terjadi. Sebaiknya kalau memotret dengan kamera saku AF, tekan dulu tombol sedikit sekitar dua detik, baru kemudian ditekan sampai bunyi "ceklek" terjadi.
Kesalahan lain dengan pemakaian kamera ini adalah saat memotret obyek yang terpencar, misalnya memotret dua orang di depan kita. Kamera menyesuaikan penyetelan jarak penajaman berdasarkan pantulan yang datang dari benda tepat di depannya.
Jadi bila ada dua orang di depan kamera, dan kebetulan titik tengah bidikan jatuh pada celah antara kedua orang itu, mau tidak mau kamera akan melakukan penyesuaian penajaman pada benda yang ada di antara dua orang itu. Mungkin gunung nun di jauh sana atau mungkin pula pohon di jarak beberapa puluh meter. Hasilnya, foto orangnya buram, sementara gunung di kejauhan tampak lebih tajam. Untuk mengatasi hal ini, sebaiknya saat menekan tombol penyesuaian fokus (belum menjepret), titik tengah bidang bidik yang tampak di mata di arahkan pada salah satu dari dua orang yang akan dipotret. Lalu dengan hati-hati geserlah kamera sampai mendapatkan komposisi yang diinginkan, baru jepretkan kamera.
Yang perlu diingat lagi adalah, apa yang tampak di mata dari lubang bidik selalu tajam sementara di film belum tentu. Mata manusia melihat dengan tajam di lubang bidik karena punya fasilitas tersendiri untuk itu, sementara kamera butuh penyetelan yang memakan waktu walau cuma sejenak.
Pendeknya, kamera saku memang dirancang untuk pemotretan santai. Janganlah terburu-buru saat memotret. Sedikit sabar akan menghasilkan gambar yang lebih baik.
***
KAMERA saku jenis ketiga adalah yang paling mutakhir. Di samping memiliki kemampuan otofokus, kamera ini juga bisa diubah- ubah panjang fokalnya. Istilah kerennya bisa di-zoom. Bisa menjadi telelens (lensa sudut sempit) dan bisa pula menjadi lensa sudut lebar (wide angle lens). Umumnya rentang zoom kamera ini bervariasi dari 28 mm sampai 135 mm.
Yang perlu diingat adalah, kalau tidak perlu sekali janganlah mengubah-ubah panjang fokalnya. Geseran-geseran yang terjadi saat lensa memanjang atau memendek membuat aus sederet kabel kecil yang mengontrol pergerakan lensa itu. Sebagian besar kerusakan kamera jenis ini adalah pada kabel-kabel halus tapi peka ini. Pemakaian kamera dengan kondisi lensa dalam keadaan terpendek umumnya sudah mampu untuk memotret berbagai keperluan umum.
Lensa sudut lebar bisa dipakai untuk memotret orang dalam jumlah besar yang berjejer melebar. Atau juga untuk memotret pemandangan dengan bidang cakup seluas-luasnya. Pemilihan lensa sudut lebar untuk memotret wajah secara close up akan menghasilkan wajah manusia yang cembung. Untuk keperluan membuat pasfoto ini, sebaiknya menggunakan fasilitas lensa tele dengan jarak fokal terpanjang (135 mm misalnya) adalah yang paling pas.
Pemakaian fasilitas lensa tele ini juga menghindarkan terpotongnya wajah yang terpotret. Dengan pemilihan sudut lebar, wajah yang dipotret mau tidak mau harus dekat sekali dengan kamera sehingga ini akan menimbulkan kesalahan paralaks, atau kesalahan letak bidik. Apa yang tampak di mata belum tentu yang tampak di film. Bagi lubang bidik tampak di tengah, namum bagi lubang lensa bisa menjadi di samping.
Sebenarnya di lubang bidik ada garis koreksi, yaitu garis yang membentuk segi empat lebih kecil daripada segi empat tepi lubang bidik. Garis inilah yang harus dijadikan acuan kalau memotret pada jarak sangat dekat.
Kamera saku memang merupakan kamera paling sederhana saat ini, namun kalau dipakai dengan benar sungguh ia sangat berguna.
No comments:
Post a Comment