Serangkai Drama Alam
oleh:
Fida Fauziyya
Di antara kelam gelap cakrawala,
nampaklah surya yang menyapa hangat dari ufuk timur.
Dia membawa kabar gembira kepada penghuni dunia.
Lalu, awan hitam berarak lepas dan berseru,
“Lihatlah, mereka masih terlelap.”
Awan yang tenang menjawab,
“Tidak, ada yang lainnya menyapa kita.”
Suryapun meredam pertikaian mereka,
“Biarkan saja. Mereka lambat laun terbangun dan memuji kuasa-Nya.”
Di sudut lainnya, bongkahan gagah perkasa berdiri tegap.
Namun dia tertegun dengan kata-kata sang surya.
“Iya, memang benar apa yang dia katakan.”, pikirnya.
Tak lama, dia menjadi tak sekata sepaham
karena dia tersadar telah dikuliti oleh mereka yang serakah.
Diapun menepi, tak peduli.
Kemudian, ada sekelompok ombak berjajar.
Senandungnya mengalahkan bisikan angin di atasnya.
Sambil berlarian ke daratan, mereka berteriak,
“Kami datang dari jauh, berkelana dan tertawa.
Kami tiba dari ujung, membawa bekal ke tepian.”
Awan hitam nan sinis berbisik,
“Bekal mereka sudah habis sebelum menepi.”
Mereka lalu bertanya,
“Hai para ombak! Bekal apa yang kalian bawa?”
Awan yang bijak mengetahui kepicikannya berkata,
“Biarkan saja, ombak! Jangan kalian jawab pertanyaannya!”
Surya menggelengkan kepala sembari tertawa lepas.
Diapun menyanggah,
“Maaf para ombak. Kalian jangan marah, tapi bekal yang kalian kumpulkan akan lenyap.
Itu karena daratan memakaikannya untuk membersihkan pasir suci dari jejak kaki orang-orang gila.”
Anehnya, para ombak tidak geram.
Mereka malah ikut tertawa menggeliat.
Iya, mereka berperan menjadi pelawak sekarang.
Tapi jangan mudah terperangkap dengan cekikan mereka.
Suara yang memekakan itu
dapat menggoda karang yang tegar
dan menarik kaki agar berdansa bersama.
Seketika, hancurlah dan tenggelamlah ditelan lautan dalam.
Para penghuni dunia terpana dengan persona mereka
Ah, skenario dari Tuhan memang berjalan indah
Hingga tak ada yang hentikan lidah mereka untuk memuja-Nya
Kuta, 20 April 2016
No comments:
Post a Comment