Sumber Gambar : Google |
Demokrasi
adalah kekuasaan di tangan rakyat, itu adalah hal yang tidak asing didengar oleh
mahasiswa, hal ini mendarah daging untuk terus dibahas dan dijelaskan karena
begitu banyak hal tentang demokrasi yang perlu diketahui sebelum
melaksanakannya. Mungkin para pimpinan kampus telah mempelajari bagaimana
demokrasi sebelum menerapkannya di kampus, atau bahkan sekedar mengikuti sistem
yang sudah ada.
Hal
yang selalu menarik untuk dibahas ialah kebijakan kampus seperti apa, untuk
kepentingan siapa, dibuat oleh siapa, dan sistemnya seperti apa hingga
mengeluarkan produk hukum untuk mengatur seluruh elemen masyarakat di kampus.
Setiap kampus pasti memiliki sistem demokrasi yang berbeda-beda.
Kampus
adalah sarana untuk mahasiswa mempersiapkan diri terjun ke masyarakat setelah
lulus atau ketika masih menjadi mahasiswa. Inilah alasannya mengapa perlu didorongnya minat
berorganisasi agar mahasiswa dapat mengetahui alur birokrasi yang ada di kampus
sebelum terjun ke masyarakat. Seperti yang sudah umum terjadi, bahwa tri dharma
perguruan tinggi yaitu pendidikan, pengabdian dan penelitian harus bisa diterapkan
oleh mahasiswa ataupun civitas akademika.
Hal ini membuat mahasiswa harus bersiap diri memahami polemik yang ada di
masyarakat.
Kampus
sendiri merupakan miniatur negara, kebijakan yang dibuatnya menyesuaikan dengan
keadaan kearifan lokal yang ada di masyarakat kampus. Namun seyogianya, seluruh
elemen di kampus dapat menentukan otonomi daerahnya sendiri, di mana sistem
bukan lagi sentralisasi yang kebijakan berpusat pada Rektor di kampusnya, tapi
desentralisasi yang mana pembuatan kebijakan tidak secara terpusat, yaitu
Rektor hanya mengatur urusan yang sangat mendasar untuk suatu kebijakan.
Mengapa
demikian? Karena Rektor belum tentu memahami polemik yang ada di tiap-tiap
fakultas yang berbeda, dengan orang-orang berbeda, watak berbeda, stigma
berbeda bahkan kultur yang berbeda. Inilah hal penting bahwa tiap fakultas,
jurusan, hingga organisasi mahasiswa yang ada dapat mengatur rumahnya
masing-masing, dengan tidak diatur secara penuh oleh pusat.
Bentuk
demokrasi yang berbeda di setiap ruang lingkupnya ini memang memaksa sistem
harus menyesuaikan agar tidak terjadi ketimpangan antar fakultas, jurusan
hingga organisasi mahasiswanya. Hal ini adalah hal yang paling pelik atau rumit, di mana urusan
organisasi mahasiswa seringkali dicampuradukkan
oleh kebijakan dari fakultas dan jurusan untuk membatasi gerak mahasiswa.
Ironisnya,
di Indonesia yang sudah dewasa dengan berakhirnya masa orde baru dan masuk ke
era reformasi, justru mengembalikan petinggi kampus membatasi ruang gerak
mahasiswa untuk beraspirasi sebagaimana mahasiswa pada umumnya. Tidak semua
kampus menyetujui adanya aksi mahasiswa ataupun civitas
akademika yang menerima jika dikritik. Hal ini memberi masalah baru untuk
mengekang langkah mahasiswa dan membuat mahasiswa merasa bahwa tidak ada lagi
demokrasi di kampus.
Tindakan
represif dari aparat yang kini sering masuk kampus memberi catatan hebat di era
reformasi ini, bahwa mahasiswa kini menakutkan jika bergerak, hingga diam
diawasi. Tak sedikit kampus yang menutup jam malam karena rawan diskusi
mahasiswa yang sedang mengeluarkan aspirasinya dan membuat kajian dari polemik
yang ada di masyarakat.
Demokrasi
ini harusnya menjadi milik semua civitas akademika
yang terus mendapat pengawasan dari semua pihak sebagai agen kontrol sosial di
tataran kampus. Semua berbentuk turunan, di mana kebijakan yang dibuat harus
melibatkan massa yang nantinya akan menjadi penikmat kebijakan atau pelaksana
kebijakan.
Contohnya
Rektor membuat aturan untuk mahasiswa (Pedoman Organisasi Kemahasiswaan), maka
dalam pembuatannya, harus ada anggota dari organisasi mahasiswa sebagai
representatif mahasiswa yang ikut menjadi peninjau, karena belum tentu Rektor
mengetahui kultur serta polemik yang ada di organisasi kemahasiswaan pada era
reformasi ini.
Demokrasi
ialah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jika demokrasi cacat di
kampus, maka lebih baik secara tegas sistem demokrasi diubah oleh kampus yang
bersangkutan agar tidak mencacati hal tersebut. Di Pancasila pun sudah tertera
perihal keadilan, musyawarah serta persatuan. Maka demokrasi yang baik ialah
melibatkan semua pihak secara terpisah atau sesuai keadaan yang ada di
universitas, fakultas, jurusan, unit kegiatan mahasiswa, hingga organisasi
mahasiswa untuk kesejahteraan serta keselarasan bersama yang pada akhirnya
semua elemen kampus dapat saling bersinergi. (Iftihal Muslim Rahman)
No comments:
Post a Comment