Kisahku Berani Bermimpi Bersama Bidikmisi
Namaku Malik Hamdani, aku lahir 19 tahun yang lalu, tepatnya pada 19 April 1997. Aku anak ke 3 dari 4 bersaudara yang terlahir dari keluarga biasa namun dibesarkan oleh dua orang yang luar biasa. Ya, Ibu dengan segala bentuk perhatiannya dan ayah yang bekerja siang-malam bermandikan keringat tanpa lelah demi menghidupiku. Ibuku seorang ibu rumah tangga biasa yang juga rela bekerja sebagai buruh serabutan demi anak-anaknya, karena ayahku hanyalah seoarang pedagang kali lima yang kadangkala penghasilannya tidak menentu, tapi karena merekalah aku bisa sampai dititik ini. Seorang mahasiswa, status yang mungkin mayoritas manusia di dunia ingin menyandang dan mencicipinya, dan bersama bidikmisilah semua keinginan itu terwujud.
Kala itu adalah minggu-minggu tenang setelah kelulusan, tapi perasaanku jauh dari kata tenang seperti yang orang lain rasakan. Masih teringat kala itu aku tinggal seorang saja di sebuah sekolah kecil yang masih dalam tahap pembangunan bernama Aliyah Al-Ma’sum karena orang lain telah sibuk mengurusi cita-cita mereka masing-masing. Sangatlah berbeda denganku yang masih saja bingung dengan keinginanku untuk kuliah karena ganjalan biaya. Ada perasaan tak tega jika saja aku harus memaksakan kehendak untuk kuliah tahun ini, dengan penuh rasa gundah gulana, risau dan berantakan sekacau-kacaunya, aku hampir putus asa karena masa depan yang begitu panjang masih saja abstrak bagiku.
Seminggu berlalu tanpa apapun kepastian di tangan, hanya kebingungan yang saat itu kugenggam erat sendiri, hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk berbagi cerita agar semuanya tak seperti kutanggung sendiri. Lalu aku bercerita tentang masalahku kepada kepala sekolahku saat itu, Pak Ade Ramli. Beliau adalah salah satu orang yang menaruh harapan lebih padaku, aku sangat berharap beliau bersedia membantuku dalam bentuk apapun. Akhirnya terucaplah semua yang menjadi ganjalan dihati dengan berlinang airmata kegelisahan, rasa tak percaya diri dan ambisi yang tetap saja hanya sekedar ambisi, ia mendengarkan semua limpahan ceritaku dengan sabar sambil sesekali menasihati, memberi masukan dan siap membantu bersama seluruh guru-guru Aliyah Al-Ma’sum, sehingga ada satu titik harapan yang menambah rasa optimisku beberapa level saja.
Esok harinya aku dipanggil kembali ke kantor dan bertemulah aku dengan Bu Lia Awaliah, beliau guru Bahasa Indonesia, orang yang begitu pintar dan ia mempunyai banyak pengalaman luar biasa tentang perkuliahan. Akhirnya dikenalkanlah aku pada beasiswa bidikmisi, pertama kali mendengarnya aku langsung tertarik, dengan informasi seadanya aku menyatakan siap untuk mengikuti segala proses bidikmisi dengan bantuan keluarga yayasan.
H-2 SBMPTN ditutup, akhirnya aku mendaftar SBMPTN lewat jalur Bidikmisi dengan bantuan Bu Lia. Semuanya begitu terasa sulit, terlebih aku adalah orang pertama dari sekolah yang mengikuti kegiatan tersebut, tapi guru-guruku selalu saja ada di sampingku untuk alasan apapun sehingga seberat apapun yang kuhadapi aku jalani dengan santai dan penuh rasa optimisme. Selalu apapun yang kujalani dalam hidup aku ceritakan kepada orang tua, mereka hampir menangis mendengar keinginanku yang begitu kuat untuk kuliah, mereka sangatlah bahagia mendengar ada kesempatan seperti bidikmisi ini, meskipun sebenarnya belum tentu juga aku lulus, tapi mereka amat berharap dengan jalan ini keinginanku terkabul. Aku hanya dapat berusaha sebaik-baiknya disertai do’aku di 1/3 malam terakhir yang menjadi kekuatanku agar aku tak terlalu mengecewakan,.
Akhirnya test SBMPTN tiba esok hari, pagi itu aku bergegas membawa segala keperluan karena kebetulan aku mendapat tempat di Bandung SMP Keristen Yahya tepatnya. Pagi itu aku merasa sangat penuh haru, orang tua, saudara, kerabat dan seluruh keluarga aku pinta do’a nya, airmata tak henti berderai kala itu. Berbekal do’a luar biasa dari semua yang menyayangiku dan uang Rp. 300.000,- pemberian dari ayah dan semua keluarga, akhirnya aku berangkat ke Bandung ditemani kakak iparku yang begitu sabar menemani segala prosesku. Siang itu kami berangkat ke bandung naik mobil elf yang sumpek dan bau, masih teringat raut wajah kakak iparku yang tertidur lelap di elf sembari memeluk tasku dengan penuh penjagaan. Setiba di Bandung, aku singgah di Sekre HIMAKA, karena uangku kala itu tidak akan cukup untuk menyewa penginapan. Saat dibandung aku bertemu dengan banyak orang luar biasa yang berbuat baik tanpa harus melihat darimana dan siapa.
Akhirnya malam berlalu dan pagi bersambut, tiba saatnya test SBMPTN. Berbekal semangat dan optimisme, semua soal kujawab atas dasar keyakinan hati, semua kujalani dengan ikhlas dan lahaula saja. Aku hanya meyakini bahwa manusia bersama rezekinya masing-masing, dan rezeki tak akan pernah ada yang tertukar.
Akhirnya test SBMPTN tiba esok hari, pagi itu aku bergegas membawa segala keperluan karena kebetulan aku mendapat tempat di Bandung SMP Keristen Yahya tepatnya. Pagi itu aku merasa sangat penuh haru, orang tua, saudara, kerabat dan seluruh keluarga aku pinta do’a nya, airmata tak henti berderai kala itu. Berbekal do’a luar biasa dari semua yang menyayangiku dan uang Rp. 300.000,- pemberian dari ayah dan semua keluarga, akhirnya aku berangkat ke Bandung ditemani kakak iparku yang begitu sabar menemani segala prosesku. Siang itu kami berangkat ke bandung naik mobil elf yang sumpek dan bau, masih teringat raut wajah kakak iparku yang tertidur lelap di elf sembari memeluk tasku dengan penuh penjagaan. Setiba di Bandung, aku singgah di Sekre HIMAKA, karena uangku kala itu tidak akan cukup untuk menyewa penginapan. Saat dibandung aku bertemu dengan banyak orang luar biasa yang berbuat baik tanpa harus melihat darimana dan siapa.
Akhirnya malam berlalu dan pagi bersambut, tiba saatnya test SBMPTN. Berbekal semangat dan optimisme, semua soal kujawab atas dasar keyakinan hati, semua kujalani dengan ikhlas dan lahaula saja. Aku hanya meyakini bahwa manusia bersama rezekinya masing-masing, dan rezeki tak akan pernah ada yang tertukar.
Test selelsai, akhirnya aku berpamitan kepada semua orang yang menyembutku dengan baik di Bandung, hari itu aku pulang dengan bis selama 5 jam perjalanan yang begitu kunikmati dengan penuh harap, semoga saja apa yang aku usahakan ini sesuai harapan. Tiba di kampung halaman, aku langsung menuju rumah dan menceritakan semuanya pada ibu, antara pesimis dan optimis telah sangat sulit untuk kupisahkan. Tapi selalu, ibu ada bersama bahasa miliknya yang begitu menenangkan.
Dua minggu kurasakan dengan penuh harap-harap cemas, semoga sajalah aku melihat kata lulus dihasil SBMPTN nanti. Aku mulai tak bisa tinggal diam dan bergantung pada nasib, semuanya amat kuperhitungkan agar aku bisa kuliah tahun ini, semakin bertambah pengetahuanku tentang proses perkuliahan semakin aku memanfaatkan sekecil apapun kesempatan yang ada bersamaku dan mungkin bisa bersamaku.
Hari-hari aku lewati dengan biasa saja, hingga hari kelulusan SBMPTN itu benar-benar tiba, gugup, takut, tidak percaya diri sejalan dengan konenksi internet begitu menyulitkan, sementara ayah dan ibuku juga kakaku begitu penasaran melihat hasil usaha dan do’a kami bersama-sama selama satu bulan terakhir ini, hingga tengah malam koneksi internet tetap saja tidak bisa di akses. Aku hanya meminta kepada Allah agar semua yang kudapatkan adalah yang terbaik menurutnya, tak perlu atas seperti inginku.
Pagi hari, kuberanikan buka laptop perjuanganku, kulihat hasil sbmptn dan wahhh kabar gembira pagi ini aku LULUS lewat jalur bidikmisi di UNIVERSITAS SILIWANGI jurusan Manajemen seperti apa yang diharapkan. Aku memberitahukan pertama kali pada ibuku ia serentak memelukku, kami menangis bahagia begitupun yang lain, ayah yang begitu bangga, guru-guru yang sangat juga bangga padaku, Alhadulillah semua sesuai harapan.
Tapi aku tidak boleh puas sampai disini, ada 8 semester yang harus aku buat luar biasa. Aku sangat bersyukur bahwa aku berani bermimpi setara dengan orang lain walau secara ekonomi banyak kekurangan. Bersama bidikmisi semua orang punya hak dan kesempatan yang sama, yang penting tekad yang kuat, usaha yang maksimal dan selalu “Libatkan Allah dalam segala sesuatu, insyaallah tidak akan ada hal yang sia-sia”.
Tapi aku tidak boleh puas sampai disini, ada 8 semester yang harus aku buat luar biasa. Aku sangat bersyukur bahwa aku berani bermimpi setara dengan orang lain walau secara ekonomi banyak kekurangan. Bersama bidikmisi semua orang punya hak dan kesempatan yang sama, yang penting tekad yang kuat, usaha yang maksimal dan selalu “Libatkan Allah dalam segala sesuatu, insyaallah tidak akan ada hal yang sia-sia”.
Malik Hamdani
Mahasiswa Manajemen
Fakultas Ekonomi
Universitas Siliwangi Tasikmalaya
No comments:
Post a Comment