Cerita Pendek: Galau to Hijrah - GEMERCIK MEDIA

Breaking

Friday 30 September 2016

Cerita Pendek: Galau to Hijrah

Galau to Hijrah



Sore yang begitu ramai menemani diriku yang tengah menyepi ini. Di sudut langit sana terlihat matahari yang lelah setelah kerjanya. Sedangkan aku hanya melihatnya dengan tenang dan tersenyum manis, menyambut kepulangannya. Begitu indah dengan warna jingganya. Berbeda halnya dengan suasana di depanku, berlalu-lalangnya mobil dan motor. Sama seperti mentari yang lelah, para pengendara itu pun sama lelahnya. Terlihat dari cara mereka mengendara yang begitu terburu-buru.

Aku juga lelah. Lelah dengan semua perasaan yang tak menentu ini. Perasaan yang begitu hampa. Entah mengapa kehampaan yang aku rasakan lebih sulit tugas kuliah dan organisasi yang menumpuk.

“Salah apa diri ini?”, gumamku.

Mungkin jika daun dapat berbicara ia akan mengatakan bahwa aku ini gila. Gila karena apa? Karena aku merasa orang yang suci, sehingga mengeluhkan hal seperti itu. Ingin rasanya diri ini menangis dengan kenyataan yang menyedihkan bagi diriku ini.

Masalah hati, adalah masalah yang terberat. Orang mungkin akan mencelaku dengan keadaan yang seperti ini. Hanya masalah hati seperti ini saja, sudah galau tingkat dewa. Bagaimana dengan masalah-masalah kehidupan lainnya di masa depan nanti yang lebih berat.

“Haah.. aku harus bagaimana, menenangkan hati ini?”, ucapku lagi, ingin mencari solusi.
 
“Carilah Tuhanmu. Insyaallah kau akan menemukan ketenangan.”, ucap seseorang yang dengan segera aku pun menoleh mencari sumber suara itu. Namun, setelah ku tolehkan kepalaku ke sana kemari, tak ada seorang pun di taman ini selain diriku.


Deg. Hati ini mulai gelisah dan takut. Sekujur tubuhku tegang dan rambut-rambut yang ada di kulitku pun merespon dengan berdiri. Seolah-olah menemani ketegangan hati ini. Namun, logika ku kembali berjalan. Hati pun mulai tenang, yang bahkan mulai berintropeksi diri. Mungkin aku harus kembali ke jalan yang benar.


Hijrah. Satu-satunya jawaban dari keresahanku adalah hijrah, yaitu berpindah dari suatu kondisi menuju kondisi yang lebih baik lagi. Kembali pada apa yang diajarkan oleh Tuhan Semesta Alam. Allah Ya Rahman adalah Tuhanku yang begitu baik. Dia telah menunjukkan jalan kebenaran melalui perasaan yang resah ini selama beberapa hari. Sore ini di tempat inilah Dia tunjukkan kebenaran ini.


Setelah aku menemukan apa yang aku cari. Aku langkahkan diri ini dengan begitu ringannya melangkah menuju tempat sujud. Hati tenang dan ringan, sedangkan mata ini begitu panas, ingin menangis rasanya. Kupercepat langkah kaki menujut tempat peribadatan itu. Ingin rasanya aku menangis sekencang-kencangnya. Mengucap kata syukur dan merasa sangat bersalah. Mengapa baru sekarang aku tersadar akan hal terpenting dalam hidup ini. Unsur yang sama sekali tidak ada menyamainya dan hanya Dialah yang patut disemabah ini aku lupakan. Mengapa unsur yang terpenting dalam hidup harus tergantikan oleh ciptaannya yang hanya sebagai hiasan semata? Begitu sombongkah diri ini hingga dengan mudahnya melupakanMu?


Tempat yang aku tuju pun ada di depan mata dengan segera aku melangkah masuk. Tidak lupa kaki kanan ku dahulukan dan membaca doa masuk masjid. Hanya segelintir orang yang berada di dalamnya. Sedikit dengan tergesa aku simpuhkan diri ini dan menangis dalam diam. Lalu ku bersujud padaNya. Banya penyesalan yang aku rasakan dan terucap dzikir dan doa yang tulus untukNya.


“Ya Allah.. Ya Rabb.. Ampunilah diri ini. Banyak sekali yang aku pinta, banyak sekali yang aku keluhkan atas kehidupan ini, tanpa aku memberikan apapun pada diriMu. Namun, dengan begitu rahmannya Kau masih memberikan kehidupan yang layak bagi diriku. Ya Allah…”, ku ucap semua keluh-kesah dalam hatiku.


Begitu lama aku merenung hingga adzan maghrib pun berkumandang. “Allahu Akbar, Allahu Akbar..”. Tersambil aku merenung aku kembali berdoa dalam hati. Seperti yang banyak orang ucapkan, bahwa waktu di antara adzan dan iqomat adalah waktu-waktu di mana doa paling cepat dijabah oleh Allah.


Shalat berjamaah pun tiba, dengan segara aku melangkah menuju shaf yang terdepan dan mengikuti jamaah dengan khusyuk. Setelahnya aku berdoa, seseorang yang begitu tampan walau diusianya yang menuju renta datang menghampiriku.


“Assalamualaikum..”


“Waalaikumsalam..”, ucapku wajib menjawabnya.


“Boleh saya bertanya mengapa akang (sebutan bagi anak laki-laki di sunda) menangis seperti tadi?” Tanya sang lelaki tua itu dengan sopannya.


“Ustad, saya hanya merasa bersalah dan begitu berdosa.” Ucapku tanpa ragu, namun enggan menjawab dengan terperinci.


“Setiap orang pasti melakukan apa yang namanya dosa. Saya pun sangat senang, masih ada seorang pemuda yang seperti akang yang ingat akan kesalahannya.”


“Iya ustad. Saya melangkah terlalu jauh dalam mendurhakai Tuhan ustad. Saya merasa hidup tidak tenang karena dosa yang saya lakukan. Sehingga untuk menghindari rasa bersalah itupun, saya hanya berpura-pura tidak merasa bersalah. Sampai-sampai di saat ini, ketika saya telah mendapatkan apa yang saya inginkan, yaitu jabatan, wanita, dan prestasi, hati ini begitu hampa. Tidak tau arah dan tidak punya tujuan untuk masa depan ustad.” Curhatku.


“Alhamdulillah Allah telah mengetuk pintu hati dan pikiran akang. Tugas akang sekarang adalah istiqomah. Apalagi kesannya sekarang akang ingin hijrah kan?”


“Iya ustad. Bantu saya ustad, untuk berubah. Saya ingin jalan yang benar yang saya tempuh dalam menjalani kehidupan ini.” Pintaku.


“Iya atuh akang. Sudah pasti. Kita kan ummat terbaik dikalangan manusia, karena tugas kita yaitu saling mengingatkan di antara sesama muslim. Betul tidak?”


“Betul ustad.”


“Nah, sekarang mah tugas akang banyak berdoa dan ampunan. Hati itu bolak-balik sifatnya kang. Maka dari itu, yang dapat menjamin hati kita tetap itu ya hanya Allah. Jadi mintanya sama Allah aja. Saya di sini perantara yang akan membantu akang dalam mengenal Allah. Setujukan akang.”


“Iya ustad, insyaallah saya juga akan berusaha menetapkan hati ini agar hanya tertuju padaNya. Terus apa yang harus saya lakukukan ustad?” Tanyaku.

“Hanya Allah yang harus tertancap dalam hati dan pikiran. Pertama, kenalilah Allah itu siapa? Selanjutnya iqro. Kita harus bisa membaca. Bukan dalam artian membaca tulisan saja, tapi juga membaca alam, manusia, dan kehidupan ini. Karena apa? Karena dengan memikirkan itu, kita akan tau tujuan hidup kita. Selain itu dengan cara apa lagi kira-kira menurut akang?”
“Mengaji.”
“Iya, yuk ngaji. Hidup itu bukan hanya perkara mencari jabatan, harta, dan wanita. Karena apa? Itu semua tidaklah kekal. Semua itu akan hancur pada waktunya. Mencari ilmulah yang terpenting dan yang terwajib adalah mencari ilmu tentang agama. Jangan pula kita malu jika kita mengaji. Ingat siapa yang menolong agama Allah maka Allah akan menolongnya.”
“Siap ustad. Saya sangat membutuhkan bimbingan. Saya akan mengaji dengan rajin dan mengikuti perintah Allah.”
“Bagus atuh akang. Insyaallah saya akan bantu akan sekemampuan saya.”

Adzan isya berkumandang dengan lantang dan merdunya. Hati ini telah terang dan begitu ringan. Hanya islamlah yang dapat menentramkan hati, memuaskan akal, dan sesuai dengan fitrahnya manusia.

Kegalauan, kerisauan yang dilalui akan terhitung sebagai perjuangan kita dalam mengenal Allah. Aku tidak malu sedikitpun akan hal itu. Justru aku bangga dengan keislamanku. Tidak hanya sekedar perasaan semata, namun juga akal yang menjawab akan keislamanku ini. Wahai para pemuda, ingatlah inilah masa emasmu dalam memperjuangkan islam. Hijrahlah, seperti Rasul dan para sahabat yang hijrah sehingga mendapatkan kejayaannya.



Penulis Fitri H (Anggota Magang, Mahasiswa Baru 2016)

No comments:

Post a Comment