Kemana Para Pegiat Pers Mahasiswa? - GEMERCIK MEDIA

Breaking

Wednesday, 11 May 2016

Kemana Para Pegiat Pers Mahasiswa?

Era Globalisasi menuntut kita untuk menguasai perkembangan teknologi. Kebebasan Informasi bisa kita dapatkan dengan adanya kemajuan teknologi, dengqn begitu informasi bisa didapatkan dengan mudah. Kini, informasi sudah terbuka dan terlihat jelas. Terpangpang nyata diberbagai media. Hampir tak ada lagi yang dapat ditutupi pada zaman ini. Hanya segelintir pekerja tidak profesional yang menyalahgunakan tanggung jawabnya. Lalu, siapa dibalik penulis dan penyampai berita terseebut?

Jawabannya hanya satu, Pers. Pers merupakan salah satu dari empat pilar demokrasi. Berdiri teguh seorang Jurnalis. Mereka selalu gesit mencari kebenaran dan menepis kemunafikan. Kritis dalam berfikir dan selalu tanggap penuh aksi dalam menangani masalah. Bukan hanya Jurnalis yang memang memiliki latar belakang Jurnalisitik. Namun sekarang, bermunculan Jurnalis dari latar belakang yang berbeda. Seperti, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Hal ini membuktikan bahwa Pers memang dianggap berpengaruh bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jurnalis sudah terbuka lebar untuk berbagai bidang.

Namun kini, Jurnalis yang tidak profesional telah mencoreng citra Pers. Sehingga tak jarang sebagian masyarakat berpandangan negatif pada Pers. Oknum-oknum nakal yang mementingkan kepuasan pribadi dibandingkan tanggung jawabnya. Virus politik dan ekonomi mencemari citra Pers. Suap menyuap atau paksaan demi mendapatkan materi yang lebih. Ditambah lagi dengan kebohongan sebuah berita hanya untuk menciptakan berita panas. Belum lagi Jurnalis yang ikut berkoalisi dengan kepentingan politik. Bisa kita saksikan secara nyata saat media televisi gembar-gembor memberitakan hasil dari voting Pemilu. Alangkah lucunya media pertelevisian saat ini. Mereka menyajikan berita yang berbeda hanya karena perbedaan kepentingan dan dukungan. Seperti inikah cerminan seorang Jurnalis?

Kembali mengingat sembilan elemen Jurnalistik. Hal yang pertama adalah Kebenaran. Ini menjadi keutamaan Pers, yang didasarkan pada kejujuran, seimbang dan tidak berat sebelah atau netral. Namun pada kenyataannya tetap saja upaya Jurnalis untuk bersikap jujur, seimbang, netral akan dipengaruhi oleh sudut pandanganya. Kedua, yaitu loyalitas utama Jurnalisme adalah kepada warga negara. Poin ini merupakan jawaban dari pertanyaan untuk siapa Jurnalis bekerja? Jawabannya tentu untuk warga negara. Tanpa Jurnalis apakah warga negara dapat mengetahui informasi? Lalu yang ketiga adalah esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi. Keempat, Jurnalis harus menjaga independensi dari objek liputannya. Jurnalis harus mampu independen, tanpa takut dan berada dibawah tekanan. Pembela kebenaran haruslah tangguh dan tak tergoyahkan. Namun kini, jurnalis tidak bisa independen secara total karena lebih menyudutkan diri untuk bekerja pada atasan yang beruang. Lalu Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau independen dari kekuasaan. Jurnalis sebagai penyambung lidah rakyat dan pemantau kekuasaan. Namun realitanya prinsip itu kerap melenceng. Jurnalis terlihat melebih-lebihkan hanya untuk mendapatkan sensasi tersendiri dari beritanya. Keenam yaitu jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk kritik maupun dukungan warga. Pers itu milik umum. Jurnalis harus menyediakan wadah bagi semua warga negara, bukan hanya bagi orang-orang yang berpengaruh saja. Karena publik mempunyai hak yang sama. Jurnalis harus berpegang pada kesetian kepentingan publik. Selanjutnya Jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan. Hal ini menjadi salah satu tantangan bagi Jurnalis. Selain mencari informasi yang dianggap penting bagi masyarakat, Jurnalis harus mampu menyajikan dengan menarik dan relevan. Membuat tulisannya penuh makna dan bisa diserap oleh pembaca. Bukan membuat publik kebingungan, namun  jurnalis seharusnya dapat membuat publik paham dengan keadaan yang sedang terjadi. Lalu yang kedelapan Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional. Terakhir adalah Jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya. Setiap pekerjaan yang kita lakukan tetap harus dilibatkan dengan nurani. Adanya keterlibatan nurani demi menyajikan berita yang akurat, adil, imbang, berfokus pada warga negara, berpikiran kritis, independen dan berani.

Begitu beruntung bagi mereka yang sesuai dengan latar belakang jurnalis. Setidaknya mereka pernah belajar sembilan elemen jurnalistik dan lebih mendalami kode etik jurnalistik bahkan undang-undang pers. Namun pengetahuan yang mereka dapat haruslah direalisasikan dengan aksi nyata. Bukan hanya masuk ke telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. Untuk apa jika tak dimaknai dan dilakukan? Bukankah hidup ini adalah untuk memaknai suatu hal. Semua itu haruslah dimaknai oleh Jurnalis. Sudah menjadi keharusan atas ikrar yang sudah diucapkan. Ikrar bukan sekedar ucapan belaka atau wacana saja. Namun ikrar yang bukan sembarang ikrar. Sumpah Jurnalis yang menjadi tanggung jawabnya untuk menopang segala permasalahan negara ini.

Teringat akan salah satu perkataan Napeleon Bonaparte yang sering dijuluki “sang penakluk.” Beliau pernah menjadi kaisar Perancis menggambarkan karakteristik Jurnalis dan mengaku merasa takut pada Jurnalis. “Wartawan itu cerewet, pengecam, penasihat, pengawas, penguasa, dan guru bangsa. Empat surat kabar musuh lebih aku takuti, daripada seribu Bayonet,” tandasnya. Inilah realitaya. Cakap berbicara atau cerewet memang perlu dimiliki seorang Jurnalis. Karena dituntut untuk mencari informasi sedalam dan sedatail tentang sebuah masalah ataupun peristiwa. Pengecam, karena umumnya Jurnalis orang idealis. Mengecam ketidakberesan dan menepis segala kemunafikan yang ada. Jurnalis menginginkan segala hal berjalan sesuai dengan aturan dan arahnya agar tidak terjadi penyimpangan. Jurnalis juga sebagai penasihat. Secara tidak langsung Jurnalis bisa dikatakan sebagai agen pendidik. Lewat tulisan Jurnalis berusaha untuk mengatur bahkan mengendalikan pemikiran pembaca. Sebagai pengawas pemerintah ataupun masyarakat. Memang benar adanya Jurnalis untuk mengawasi keberlangsungan pemerintah dan pengontrol sosial masyarakat. Jurnalis haruslah siap 24 jam menyiapkan mata tajamnya, pendengaran telinganya, kakinya yang melangkah menuju kebenaran, jemarinya yang dengan sigap menulis kebenaran, mulutnya yang gesit, pikirannya yang kritis dan hati nuraninya sebagai sudut pandangnya. Tanpa kita sadari wartawan adalah penguasa. Menguasai alur informasi. Dan yang terakhir adalah Jurnalis adalah guru bangsa layaknya paparan sebagai penasihat.

Lalu ilmu apa yang tidak dikaji dalam Pers? Segala ilmu dapat diraih dibidang ini. Bidang Jurnalistik adalah bidang yang kaya dengan ilmu. Kita dapat mengkaji semua bidang ilmu pengetahuan. Apa lagi yang kau cari? Masih pantaskah kini Pers Mahasiswa duduk diam berpangku tangan mengikut arus? Kini saatnya pegiat Pers Mahasiswa untuk mengendalikan arus. Tak usah takut ataupun gentar. Pers adalah pembela kebenaran. Oknum-oknum yang menganggap Pers negatif adalah oknum-oknum yang takut kemunafikannya teruangkap oleh Pers. Padahal ingatlah, Pers bukan hanya memberitakan hal negatif, karena jika memang postif Pers akan membuat berita positif. Bukankah itu menjadi keuntungan bagi pihak yang bersangkutan? Pers hanya akan memegang teguh kode etik jurnalistik maupun sembilan elemen Jurnalistik. Pers bukan untuk ditakuti, karena Pers adalah pengontrol masyarakat. Mengutip salah satu tulisan Napoleon, “Kalau Pers berjalan dengan baik, saya tidak akan sanggup memimpin selama 3 bulan.” Lalu kemana para pegiat Pers Mahasiswa?

15.01.XII.PERSMA-US.30

No comments:

Post a Comment